Agama
Tradisional Orang Jawa
A. Kepercayaan
tradisional Jawa dan aneka laku yang di praktekkan
Di kalangan masyarakat muslim Jawa di Kabupaten Mojokerto, umumnya
mereka masih fanatik kejawenannya. Pemahan orang Jawa Kejawen ditentukan oleh
kepercayaan mereka pada berbagai macam roh-roh yang tidak kelihatan yang dapat
menimbulkan bahaya seperti kecelakaan atau penyakit apabila mereka dibuat marah
atau penganutnya tidak hati-hati. Untuk melindungi semuanya itu, orang Jawa
kejawen memberi sesajen atau caos dahar yang dipercaya dapat mengelakkan
kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dan mempertahankan batin dalam keadaan
tenang. Sesajen yang digunakan biasanya terdiri dari nasi dan aneka makanan
lain, daun-daun bunga serta kemenyan.
Contoh kegiatan religius dalam masyarakat Jawa, khususnya orang
Jawa Kejawen adalah puasa atau siam. Orang Jawa Kejawen mempunyai kebiasaan
berpuasa pada hari-hari tertentu misalnya Senin-Kamis atau pada hari lahir,
semuanya itu merupakan asal mula dari tirakat. Dengan tirakat orang dapat
menjadi lebih kuat rohaninya dan kelak akan mendapat manfaat. Orang Jawa
kejawen menganggap bertapa adalah suatu hal yang cukup penting. Dalam
kesusastraan kuno orang Jawa, orang yang berabad-abad bertapa dianggap sebagai
orang keramat karena dengan bertapa orang dapat menjalankan kehidupan yang
ketat ini dengan disiplin tinggi serta mampu manahan hawa nafsu sehingga
tujuan-tujuan yang penting dapat tercapai. Kegiatan orang Jawa kejawen yang
lainnya adalah meditasi atau semedi. Menurut Koentjaraningrat, meditasi atau
semedi biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata (bertapa) dan dilakukan
pada tempat-tempat yang dianggap keramat misalnya di gunung, makam keramat,
ruang yang dikeramatkan dan sebagainya. Pada umumnya orang melakukan meditasi
adalah untuk mendekatkan atau menyatukan diri dengan Tuhan.
Adapun dalam masyarakat Jawa Islam ada ritual atau tradisi yang
dipertahankan misalnya tradisi-tradisi seperti Tahlilan, ziarah kubur, Haul,
dan sebagainya. Kegiatan tersebut tidak lepas dari kepercayaan-kepercayaan yang
dianut oleh sebagian masyarakat Jawa khususnya masyarakat yang beragama Islam.
B. Upacara keagamaan dan makna Keselamatan
Orang jawa
Selamatan
atau selametan adalah sebuah tradisi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa
dengan tujuan untuk memperoleh keselamatan bagi orang yang bersangkutan. Clifford
Geertz (1969: 126) antara lain menulis tentang selamatan sebagai upacara kecil
di dalam sistem religius jawa. Acara ini biasanya dihadiri oleh para tetua
desa, tetangga dekat, sanak saudara, dan keluarga inti. Setelah selamatan
selesai, tetamu biasanya akan dibawakan aneka penganan basah (nasi, lauk pauk,
dan tambahan snack atau kue-kue) atau makanan kering (mi instan, kecap, minyak
goreng, saus tomat, saus sambal) yang dinamakan besekan atau berkat.
Upacara
selamatan merupakan salah satu tradisi yang dianggap dapat menjauhkan diri dari
mala petaka. Selametan adalah konsep universal, diamana di setiap tempat pasti
ada dengan nama yang berbeda. Hal ini karena kesadaran akan diri yang lemah di
hadapan kekuatan-kekuatan di luar diri manusia. Secara tradisional acara
selamatan dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar,
melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk dan sesaji ( kalau ada). Sesaji yang
diadakan untuk mengiringi upacara selamatan tersebut, maksud dan tujuannya
adalah seperti doa. Intinya adalah bersyukur kepada Gusti, Tuhan dan semoga
dengan berkah-Nya, segala tugas akan dilaksanakan dengan selamat, baik, benar
dan membawa kesejahteraan dan kemajuan yang lebih baik. Nasi tumpeng komplit
sebenarnya mempunyai makna sebagai doa dan sesaji. Praktik upacara selamatan
sebagaimana yang diungkapkan oleh Hildred Geertz pada umumnya dianut oleh kaum
Islam Abangan. Adapun Jenis-Jenis Upacara selametan dilakukan untuk merayakan
hampir semua kejadian, termasuk kelahiran, kematian, pernikahan, pindah rumah,
dan sebagainya. Geertz mengkategorikan mereka ke dalam empat jenis utama:
1. Yang
berkaitan dengan kehidupan: kelahiran, khitanan, pernikahan, dan kematian.
2. Yang
terkait dengan peristiwa perayaan Islam, misalnya Maulid Nabi.
3. Bersih
desa (“pembersihan desa”), berkaitan dengan integrasi sosial desa.
4. Kejadian
yang tidak biasa misalnya berangkat untuk perjalanan panjang, pindah rumah,
mengubah nama, kesembuhan penyakit, kesembuhan akan pengaruh sihir, dan
sebagainya.
C. Kepercayaan
kejawen ( kepercayaan orang abangan di jawa )
Definisi kejawen, Ada beberapa terminology kejawen yang artinya
hampir sama ada menyebut faham Jawa, Jawanologi, agama Jawa dan lain
sebagainya. Kejawen itu merupakan campuran (syncretisme) kebudayaan Jawa asli
dengan agama pendatang yaitu Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Diantara
campuran tersebut yang paling dominan adalah dengan agama islam.
Ada dua kepercayaan yang dianut oleh masyarakat jawa yaitu
kepercayaan animisme dan dinamisme
1. Animisme
Perkataan animisme diturunkan dari bahasa latin, dengan akar kata
anima, yang berarti nyawa. Sedangkan menurut pengertian definitif, animisme
adalah suatu faham atau ajaran yang menguraikan tentang adanya roh (nyawa) pada
setiap benda.
Roh bagi mereka menyerupai manusia yang mempunyai rupa, umpamanya
berkaki dan bertangan panjang, mempunyai umur dan perlu makanan. Mereka
mempunyai tingkah laku manusia umpamanya berburu, menari dan menyanyi.
Terkadang roh dapat dilihat, sungguhpun ia tersusun dari materi yang halus
sekali. Mereka percaya kepada roh, dan juga memuliakanya karena mereka
berkeyakinan bahwa roh itu dapat member manfaat kepada kehidupan manusia, serta
dapat diminta pertolongan bagi kehidupan manusia di dunia ini.
2. Dinamisme
Perkataan dinamisme berasal dari bahasa yunani, yaitu dunamos dan
di inggriskan menjadi dynamic artinya kekuasaan, kekuatan, khasiat. Jadi
dinamisme adalah kepercayan bahwa tiap-tiap benda, tumbuh-tumbuhan maupun hewan
masing-masing mempunyai kekuatan gaib yang dapat mengganggu atau melindungi
manusia.
D. Kitab-kitab
Kejawen (Kitab Serat Wulangreh, Kitab Serat Weddatama, Kitab Hidayat Jati,
Kitab Darmogandul, Kitab Gatoloco)
1. Kitab
Darmogandul
Suluk ini merupakan sebuah cerita karya sastra seorang yang belum
jelas secara pasti kapan dan dimana suluk muncul. Suluk Darmogandul di
terbitkan oleh Tan Kun Swie, Kediri tahun 1954. Cerita dari kitab ini adalah
bagaimana Islam tersiar di pulau jawa sehingga akhirnya kerajaan Majapahit
runtuh dan kerajaan Demak Berdiri. Mereka berontak terhadap Majapahit, sehingga
para pihak-pihak yang tidak senang atas kehadiran agama baru dari arab yaitu
islam yang memunculkan kitab seperti darmogandul.
2. Kitab
Gatoloco
Adapun “kitab suci” aliran kebatinan yang mirip dengan Darmogandul
adalah Gatoloco. Kitab ini diperkirakan sudah ada pada abad ke 19 M. Gatoloco
sendiri adalah nama tokoh utama dari kitab tersebut. Dia digambarkan memiliki
wajah dan penampilan yang buruk. Orangnya kerdil, tidak memiliki mata, hidung,
dan telinga. Dalam buku tersebut menceritakan perjalanan Gatoloco berdiskusi
dengan tiga orang santri dan kemudian dengan dewi perdjiwati mengenai ilmu
serengat dan hakikat .
3. Kitab
Wirid Hidayat jati
Sebagaimana telah diketahui Damogandhul dan Gatholoco. Pemabahasan
H.M Rasjidi tersebut adalah Wirid Hidayat Jati Jadi dijadikan sampel yang
mewakili aliran Kebatinan. Hidayat jati karangan Pujangga Keraton Solo yaitu
Ronggowarsito, yng ditulis pada tahun 1852, cetakan ke 2 pada tahun 1951
diterbitkan oleh Tan Koen Swie Kediri.
4. Kitab
Wulang Reh
Wulang Reh atau Serat Wulangreh adalah karya sastra berupa tembang
macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta, yang lahir pada 2
September 1768. Dia bertahta sejak 29 November 1788 hingga akhir hayatnya pada
1 Oktober 1820.
Naskah Wulang Reh saat ini disimpan di Museum Radya Pustaka di
Surakarta Kata Wulang bersinonim dengan kata pitutur memiliki arti ajaran. Kata
Reh berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya jalan, aturan dan laku cara
mencapai atau tuntutan. Wulang Reh dapat dimaknai ajaran untuk mencapai
sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam karya ini adalah laku menuju hidup harmoni
atau sempurna.
5. Serat
Wedhatama
Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa Baru yang bisa
digolongkan sebagai karya moralistis-didaktis yang sedikit dipengaruhi Islam.
Karya ini secara formal dinyatakan ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV. Walaupun
demikian didapat indikasi bahwa penulisnya bukanlah satu orang. Serat ini dianggap
sebagai salah satu puncak estetika sastra Jawa abad ke-19 dan memiliki karakter
mistik yang kuat. Bentuknya adalah tembang, yang biasa dipakai pada masa itu.
Serat ini terdiri dari 100 pupuh (bait, canto) tembang macapat, yang dibagi dalam lima lagu,
Isinya adalah merupakan falsafah kehidupan, seperti hidup
bertenggang rasa, bagaimana menganut agama secara bijak, menjadi manusia
seutuhnya, dan menjadi orang berwatak ksatria
E. Interaksi
Kepercayaan Orang Jawa dengan agama-agama lain
Jawa dinilai sebagai sebuah kebudayaan yang memiliki kekokohan
untuk menjadikannya tetap eksis. Kedatangan agama Budha ke dalam kebudayaan
Jawa tidak menciptakan Jawa yang Budha. Masuknya agama Hindu juga tidak mampu
menciptakan Jawa yang Hindu. Begitupun Islam, betapa luasnya pengaruh agama
ini, terlebih paska kemunduran dan kehancuran kerajaan Majapahit yang ditandai
dengan kebangkitan Demak, tidak mampu menciptakan Jawa yang Islam. Yang
terbentuk dari semua persentuhan agama-agama tersebut adalah Budha, Hindu dan Islam
yang Jawa, bukan sebaliknya.
Pandangan umum tentang Jawa telah sampai pada kesimpulan bahwa
Interaksi cukup kuat antar agama-agama yang masuk ke Jawa menciptakan bentuk
keislaman yang tidak lagi murni dan terbebas dari unsur-unsur yang tidak
Islami, atau ;lebih tepatnya tetap dipengaruhi secara dominan oleh anasir agama
sebelumnya.
Cara yang dilakukan oleh budaya Jawa tampaknya merupakan usaha
menghindari pertentangan dan ketegangan, yakni dengan cara menggabungkan dan
menyatukan unsur-unsur yang ada melalui simbol/lambang yang mudah dipahami,
sehingga tercipta ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat. Hal ini sesuai
dengan ajaran Islam, di mana salah satu misi utama Islam adalah kedamaian dan
keselamatan, dan juga adanya keselarasan sebagaimana konsep Islam yang rahmatan
lil ‘alamiin, kedamain seluruh alam. Islam juga dipahami oleh umat Islam sebagai
agama yang universal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar