Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Senin, 29 Mei 2017

responding paper suku jawa

Agama Tradisional Orang Jawa
A. Kepercayaan tradisional Jawa dan aneka laku yang di praktekkan
Di kalangan masyarakat muslim Jawa di Kabupaten Mojokerto, umumnya mereka masih fanatik kejawenannya. Pemahan orang Jawa Kejawen ditentukan oleh kepercayaan mereka pada berbagai macam roh-roh yang tidak kelihatan yang dapat menimbulkan bahaya seperti kecelakaan atau penyakit apabila mereka dibuat marah atau penganutnya tidak hati-hati. Untuk melindungi semuanya itu, orang Jawa kejawen memberi sesajen atau caos dahar yang dipercaya dapat mengelakkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dan mempertahankan batin dalam keadaan tenang. Sesajen yang digunakan biasanya terdiri dari nasi dan aneka makanan lain, daun-daun bunga serta kemenyan.
Contoh kegiatan religius dalam masyarakat Jawa, khususnya orang Jawa Kejawen adalah puasa atau siam. Orang Jawa Kejawen mempunyai kebiasaan berpuasa pada hari-hari tertentu misalnya Senin-Kamis atau pada hari lahir, semuanya itu merupakan asal mula dari tirakat. Dengan tirakat orang dapat menjadi lebih kuat rohaninya dan kelak akan mendapat manfaat. Orang Jawa kejawen menganggap bertapa adalah suatu hal yang cukup penting. Dalam kesusastraan kuno orang Jawa, orang yang berabad-abad bertapa dianggap sebagai orang keramat karena dengan bertapa orang dapat menjalankan kehidupan yang ketat ini dengan disiplin tinggi serta mampu manahan hawa nafsu sehingga tujuan-tujuan yang penting dapat tercapai. Kegiatan orang Jawa kejawen yang lainnya adalah meditasi atau semedi. Menurut Koentjaraningrat, meditasi atau semedi biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata (bertapa) dan dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap keramat misalnya di gunung, makam keramat, ruang yang dikeramatkan dan sebagainya. Pada umumnya orang melakukan meditasi adalah untuk mendekatkan atau menyatukan diri dengan Tuhan.
Adapun dalam masyarakat Jawa Islam ada ritual atau tradisi yang dipertahankan misalnya tradisi-tradisi seperti Tahlilan, ziarah kubur, Haul, dan sebagainya. Kegiatan tersebut tidak lepas dari kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh sebagian masyarakat Jawa khususnya masyarakat yang beragama Islam.
B.     Upacara keagamaan dan makna Keselamatan Orang jawa
Selamatan atau selametan adalah sebuah tradisi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan tujuan untuk memperoleh keselamatan bagi orang yang bersangkutan. Clifford Geertz (1969: 126) antara lain menulis tentang selamatan sebagai upacara kecil di dalam sistem religius jawa. Acara ini biasanya dihadiri oleh para tetua desa, tetangga dekat, sanak saudara, dan keluarga inti. Setelah selamatan selesai, tetamu biasanya akan dibawakan aneka penganan basah (nasi, lauk pauk, dan tambahan snack atau kue-kue) atau makanan kering (mi instan, kecap, minyak goreng, saus tomat, saus sambal) yang dinamakan besekan atau berkat.
Upacara selamatan merupakan salah satu tradisi yang dianggap dapat menjauhkan diri dari mala petaka. Selametan adalah konsep universal, diamana di setiap tempat pasti ada dengan nama yang berbeda. Hal ini karena kesadaran akan diri yang lemah di hadapan kekuatan-kekuatan di luar diri manusia. Secara tradisional acara selamatan dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk dan sesaji ( kalau ada). Sesaji yang diadakan untuk mengiringi upacara selamatan tersebut, maksud dan tujuannya adalah seperti doa. Intinya adalah bersyukur kepada Gusti, Tuhan dan semoga dengan berkah-Nya, segala tugas akan dilaksanakan dengan selamat, baik, benar dan membawa kesejahteraan dan kemajuan yang lebih baik. Nasi tumpeng komplit sebenarnya mempunyai makna sebagai doa dan sesaji. Praktik upacara selamatan sebagaimana yang diungkapkan oleh Hildred Geertz pada umumnya dianut oleh kaum Islam Abangan. Adapun Jenis-Jenis Upacara selametan dilakukan untuk merayakan hampir semua kejadian, termasuk kelahiran, kematian, pernikahan, pindah rumah, dan sebagainya. Geertz mengkategorikan mereka ke dalam empat jenis utama:
1. Yang berkaitan dengan kehidupan: kelahiran, khitanan, pernikahan, dan kematian.
2. Yang terkait dengan peristiwa perayaan Islam, misalnya Maulid Nabi.
3. Bersih desa (“pembersihan desa”), berkaitan dengan integrasi sosial desa.
4. Kejadian yang tidak biasa misalnya berangkat untuk perjalanan panjang, pindah rumah, mengubah nama, kesembuhan penyakit, kesembuhan akan pengaruh sihir, dan sebagainya.
C. Kepercayaan kejawen ( kepercayaan orang abangan di jawa )
Definisi kejawen, Ada beberapa terminology kejawen yang artinya hampir sama ada menyebut faham Jawa, Jawanologi, agama Jawa dan lain sebagainya. Kejawen itu merupakan campuran (syncretisme) kebudayaan Jawa asli dengan agama pendatang yaitu Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Diantara campuran tersebut yang paling dominan adalah dengan agama islam.
Ada dua kepercayaan yang dianut oleh masyarakat jawa yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme
1. Animisme
Perkataan animisme diturunkan dari bahasa latin, dengan akar kata anima, yang berarti nyawa. Sedangkan menurut pengertian definitif, animisme adalah suatu faham atau ajaran yang menguraikan tentang adanya roh (nyawa) pada setiap benda.
Roh bagi mereka menyerupai manusia yang mempunyai rupa, umpamanya berkaki dan bertangan panjang, mempunyai umur dan perlu makanan. Mereka mempunyai tingkah laku manusia umpamanya berburu, menari dan menyanyi. Terkadang roh dapat dilihat, sungguhpun ia tersusun dari materi yang halus sekali. Mereka percaya kepada roh, dan juga memuliakanya karena mereka berkeyakinan bahwa roh itu dapat member manfaat kepada kehidupan manusia, serta dapat diminta pertolongan bagi kehidupan manusia di dunia ini.
2. Dinamisme
Perkataan dinamisme berasal dari bahasa yunani, yaitu dunamos dan di inggriskan menjadi dynamic artinya kekuasaan, kekuatan, khasiat. Jadi dinamisme adalah kepercayan bahwa tiap-tiap benda, tumbuh-tumbuhan maupun hewan masing-masing mempunyai kekuatan gaib yang dapat mengganggu atau melindungi manusia.
D. Kitab-kitab Kejawen (Kitab Serat Wulangreh, Kitab Serat Weddatama, Kitab Hidayat Jati, Kitab Darmogandul, Kitab Gatoloco)
1. Kitab Darmogandul
Suluk ini merupakan sebuah cerita karya sastra seorang yang belum jelas secara pasti kapan dan dimana suluk muncul. Suluk Darmogandul di terbitkan oleh Tan Kun Swie, Kediri tahun 1954. Cerita dari kitab ini adalah bagaimana Islam tersiar di pulau jawa sehingga akhirnya kerajaan Majapahit runtuh dan kerajaan Demak Berdiri. Mereka berontak terhadap Majapahit, sehingga para pihak-pihak yang tidak senang atas kehadiran agama baru dari arab yaitu islam yang memunculkan kitab seperti darmogandul.
2. Kitab Gatoloco
Adapun “kitab suci” aliran kebatinan yang mirip dengan Darmogandul adalah Gatoloco. Kitab ini diperkirakan sudah ada pada abad ke 19 M. Gatoloco sendiri adalah nama tokoh utama dari kitab tersebut. Dia digambarkan memiliki wajah dan penampilan yang buruk. Orangnya kerdil, tidak memiliki mata, hidung, dan telinga. Dalam buku tersebut menceritakan perjalanan Gatoloco berdiskusi dengan tiga orang santri dan kemudian dengan dewi perdjiwati mengenai ilmu serengat dan hakikat .
3. Kitab Wirid Hidayat jati
Sebagaimana telah diketahui Damogandhul dan Gatholoco. Pemabahasan H.M Rasjidi tersebut adalah Wirid Hidayat Jati Jadi dijadikan sampel yang mewakili aliran Kebatinan. Hidayat jati karangan Pujangga Keraton Solo yaitu Ronggowarsito, yng ditulis pada tahun 1852, cetakan ke 2 pada tahun 1951 diterbitkan oleh Tan Koen Swie Kediri.
4. Kitab Wulang Reh
Wulang Reh atau Serat Wulangreh adalah karya sastra berupa tembang macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta, yang lahir pada 2 September 1768. Dia bertahta sejak 29 November 1788 hingga akhir hayatnya pada 1 Oktober 1820.
Naskah Wulang Reh saat ini disimpan di Museum Radya Pustaka di Surakarta Kata Wulang bersinonim dengan kata pitutur memiliki arti ajaran. Kata Reh berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya jalan, aturan dan laku cara mencapai atau tuntutan. Wulang Reh dapat dimaknai ajaran untuk mencapai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam karya ini adalah laku menuju hidup harmoni atau sempurna.
5. Serat Wedhatama
Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa Baru yang bisa digolongkan sebagai karya moralistis-didaktis yang sedikit dipengaruhi Islam. Karya ini secara formal dinyatakan ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV. Walaupun demikian didapat indikasi bahwa penulisnya bukanlah satu orang. Serat ini dianggap sebagai salah satu puncak estetika sastra Jawa abad ke-19 dan memiliki karakter mistik yang kuat. Bentuknya adalah tembang, yang biasa dipakai pada masa itu. Serat ini terdiri dari 100 pupuh (bait, canto) tembang macapat, yang dibagi   dalam lima lagu,
Isinya adalah merupakan falsafah kehidupan, seperti hidup bertenggang rasa, bagaimana menganut agama secara bijak, menjadi manusia seutuhnya, dan menjadi orang berwatak ksatria
E. Interaksi Kepercayaan Orang Jawa dengan agama-agama lain
Jawa dinilai sebagai sebuah kebudayaan yang memiliki kekokohan untuk menjadikannya tetap eksis. Kedatangan agama Budha ke dalam kebudayaan Jawa tidak menciptakan Jawa yang Budha. Masuknya agama Hindu juga tidak mampu menciptakan Jawa yang Hindu. Begitupun Islam, betapa luasnya pengaruh agama ini, terlebih paska kemunduran dan kehancuran kerajaan Majapahit yang ditandai dengan kebangkitan Demak, tidak mampu menciptakan Jawa yang Islam. Yang terbentuk dari semua persentuhan agama-agama tersebut adalah Budha, Hindu dan Islam yang Jawa, bukan sebaliknya.
Pandangan umum tentang Jawa telah sampai pada kesimpulan bahwa Interaksi cukup kuat antar agama-agama yang masuk ke Jawa menciptakan bentuk keislaman yang tidak lagi murni dan terbebas dari unsur-unsur yang tidak Islami, atau ;lebih tepatnya tetap dipengaruhi secara dominan oleh anasir agama sebelumnya.

Cara yang dilakukan oleh budaya Jawa tampaknya merupakan usaha menghindari pertentangan dan ketegangan, yakni dengan cara menggabungkan dan menyatukan unsur-unsur yang ada melalui simbol/lambang yang mudah dipahami, sehingga tercipta ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam, di mana salah satu misi utama Islam adalah kedamaian dan keselamatan, dan juga adanya keselarasan sebagaimana konsep Islam yang rahmatan lil ‘alamiin, kedamain seluruh alam. Islam juga dipahami oleh umat Islam sebagai agama yang universal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

kumpulan video suku bawean

Masyarakat Bawean juga terkenal dengan budaya merantau. Mereke merantau ke Bandar Malaka berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu kare...