A.
Letak Daerah Mandar
Wilayah suku mandar terletak di ujung utara Sulawesi Selatan
tepatnya di Sulawesi Barat dengan letak geografis antara 10-30 lintang selatan
dan antara 1’180-1’190 bujur timur.
Luas
wilayah Mandar adalah 23.539,40 km2, terurai dengan :
1.
luas kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara : 11.622,40 Km2
2.
luas kabupaten Mameje : 1.932 Km2
3.
luas kabupaten Polewali Mamasa : 9.985 Km2
Semula dari zaman dahulu, di zaman perjanjian atau Allamungang Batu
di Lujo, batas-batas wilayah Mandar adalah :
a)
Sebelah Utara dengan Lalombi, wilayah Sulawesi Tengah
b)
Sebelah timur dengan kabupaten poso, kabupaten Lawu dan Kabupaten Tana Toraja.
c)
Sebelah selatan dengan Binanga Karaeng, kabupaten Pinrang
d)
Sebelah barat dengan Selat Makasar.
Kini batas Mandar di utara berubah menjadi Suremana, yang berarti
suku mandar kehilangan wilayah lebih dari 10 km, dan juga kehilangan 10 km di
selatan, karena batas wilayah Mandar di selatan sekarang sudah bukan Binanga
Karaeng, tetapi Paku (ujung polewali mandar).
B.
Asal Mula Kata Mandar
Kata Mandar memiliki berbagai arti:
(1)
Mandar berasal dari konsep Sipamandaq yang berarrti saling kuat
menguatkanpenyebutan itu dalam pengembangan berubah penyebutannya menjadi
Mandar
(2)
kata Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti sungai, dan
(3)
Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara-Yanduru-Nadra yang dalam perkembangan
kemudian terjadi perubahan artikulasi menjadi Mandar yang berarti tempat yang
jarang penduduknya.
(4) menurut
orang Belanda yang sempat menjajah Indonesia termasuk Mandar termasuk salah
wilayah Afdeling,Mandar terdiri dari dua kata Man dan Dare yang berarti manusia
dan berani,ini di landasi dari gigihnya perlawanan rakyat Mandar saat
kolonialisme Belanda di Indonesia khususnya di tanah Mandar sehingga Mandar di katakana
manusia berani, setelah mengajukan berbagai pertimbangan penetapan pilihan pada
butir kedua, yaitu “Mandar” yang berarti “Sungai” dalam penuturan penduduk
Balanipa. Tampaknya menyebutan itu tidak berpengaruh terhadap penamaan sungai
sehingga sungai yang terdapat de daerah itu sendiri disebut Sungai Balangnipa.
Selain itu masih terdapat sejumlah sungai lain di daerah Pitu Babana Binanga
(PBB), yaitu sungai,Tinambung, Campalagiang, Mapilli, Karama, Lumu, Buding-Buding,
Lariang dan Binuang (Paku).
C. Agama
Sebagian besar suku Mandar
adalah penganut agama Islam yang setia tetapi dalam kehidupan sehari-hari tidak
dapat lepas dari kepercayaan-kepercayaan seperti pemali, larangan-larangan dan
perbuatan magis seperti pemakaian jimat atau benda-benda keramat dan sesaji.
Di daerah pedalaman
seperti di pegunungan Pitu Ulunna Salu sebelum Islam masuk,
religi budaya yang dikenal ketika itu adalah adat Mappurondo yang
diterjemahkan sebagai bepeganng pada falsafah Pemali Appa Randanna,
Sedangkan untuk wilayah persekutuan Pitu Ba’bana Binanga sendiri,
religi budayanya dapat ditemui pada peninggalanya yang berupa ritual dan
upacara-upacara adat yang tampaknya bisa dijadikan patokan bahwa ia bersumber
dari religi budaya dan kepercayaan masa lalunya. Seperti ritualMappasoro (menghanyutkan
sesaji di sungai) atau Mattola bala’ (menyiapkan sesai untuk
menolak musibah) dan lain sebagainya yang diyakini akan membawa manfaat kepada
masyarakat yang melakukannya.
D.
Mata pencaharian
Mata pencaharian suku
mandar pada umumnya tidak berbeda dari suku bugi dan makassar, yaitu melaut dan
bercocok tanam. akan tetapi sebagian besar suku mandar memilih sebagai seorang
pelaut atau nelayan. Pada buku yang ditulis oleh Chistian Pelras yang
berjudul Manusia Bugis dikatakan bahwa sebenarnya leluhur orang Mandarlah
yang ulung melaut bukan orang Bugis seperti pendapat banyak orang.
Rumpon atau roppong dalam bahasa Mandar adalah tehnologi
penangkapan ikan yang pertama kali ditemukan oleh pelaut Mandar, perahu sandeq adalah
perahu tradisional bercadik yang tercepat dan ramah lingkunagn dikawasan
Austronesia. Ide penciptanya berasal dari aral yang ditemukan pelaut mandar
dilaut. Di
kampung-kampung Mandar, alat tangkap tak semuanya sama, ada yang menggunakan sandeq dan
ada juga yang menggunakan Baago, perahu Mandar yang tak bercadik.
Ada
beberapa ilmu (paissangang) yang di miliki oleh pelaut mandar berlayar (paissangangasumombalang),
kelautan (paissangang aposasiang), keperahuan (paissangang paalopiang) dan
kegaiban (biasa disebut paissangang). Dan pada umumnya sebelum melaut ada
upacara-upacara yang dilakukan seperti Kuliwa, yaitu pemujaan terhadap
sang pencipta agar di jaga selama melaut dan di berikan rezky berupa tangkapan
yang cukup.
E.
Sistem kekerabatan
Suku Mandar, pada umumnya
mengikuti kedua garis keturunan ayah dan ibu yaitu bilateral. Adapun
keluarga luas di Mandar terkenal dengan istilah Sangana ' atau Mesangana,
kelurga luar yaitu famili-famili yang dekat dan sudah jauh tetapi masih ada
hubungan keluarga. Namun pada golongan bangsawan hanya mengikuti dari garis
keturunan ayah. misalkan sebuah bangsawan pria menikahi wanita biasa , maka
anaknya dikatakan berdarah biru (pappuangannya) yang dimiliki adalah setengah,
sedangkan jika bangsawan wanita menikah dengan lelaki biasa , maka anaknya
tidak memiliki sama sekali darah pappuangan.
F.
Bahasa
Pada dasarnya Suku mandar
menggunakan bahasa yang disebut dengan bahasa mandar, hingga kini masih dengan
mudah bisa ditemui penggunaannya di beberapa daerah di Mandar seperti: Polmas,
Mamasa, majene, Mamuju dan Mamuju Utara. Bahasa mandar juga memiliki 2 subbahas
yaitu bahasa yang biasa di pergunakan di daerah pedalaman (bahasa buttu) dan
bahasa mandar kota.
Selain bahasa mandar, di
beberapa tempat atau daerah di Mandar juga telah menggunakan bahasa
lain,seperti untuk Polmas di daerah Polewali juga dapat ditemui penggunaan
bahasa Bugis. Begitu pula di Mamasa, menggunakan bahasa Mamasa, sebagai bahasa
mereka yang memang di dalamnya banyak ditemui perbedaannya dengan bahasa
Mandar. Sementara di daerah Wonomulyo, juga dapat ditemui banyak masyarakat yang
menggunakan bahasa Jawa, utamanya etnis Jawa yang tinggal dan juga telah
menjadi to Mandar di daerah tersebut.Kecuali di beberapa tempat Mandar, seperti
Mamasa. Selain daerah Mandar atau kini wilayah Provinsi Sulawesi Barat , bahasa
Mandar juga dapat ditemukan penggunaannya di komunitas masyarakat di daerah
Ujung Lero Kabupaten Pinrang dan Tuppa Biring Kabupaten Pangkep.
G.
Sistem Kemasyarakatan
Berdasarkan penilaian
daerah menurut ukuran makro yaitu :
1. Golongan bangsawan
raja,
2. Golongan bangsawan
hadat atau pia (mara'dia),
3. Golongan tau maradeka
yakni orang biasa,
4. Golongan budak atau
batua.
Golongan bangsawan Hadat (mara'dia) ini
merupakan golongan yang paling bayak jumlahnya. Mereka tidak boleh kawin dengan
turunan bangsawan raja supaya ada pemisahan.Raja hanya sebagai lambing
sedangkan hadat memegang kekuasaan.
Beberapa hal yang menjadi
kebiasaan dalam suku Mandar seperti:
a. Mengalah yaitu kalau menghadap raja,kaki tangan dilipat.
b. Meminta permisi
kalau mau lewat didepan orang dengan menyebut Tawe
c. Kalau bertamu
sudah lama, mereka minta permisi yang disebut massimang
Sumber:
Buku
BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA, Oktober 2011, Dr. Woro Aryandini, SS, MSi dan tim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar