Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Senin, 29 Mei 2017

Suku Mandar

A.      Letak Daerah Mandar
Hasil gambar untuk peta geografis suku mandar
Wilayah suku mandar terletak di ujung utara Sulawesi Selatan tepatnya di Sulawesi Barat dengan letak geografis antara 10-30 lintang selatan dan antara 1’180-1’190 bujur timur.
Luas wilayah Mandar adalah 23.539,40 km2, terurai dengan :
1. luas kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara : 11.622,40 Km2
2. luas kabupaten Mameje : 1.932 Km2
3. luas kabupaten Polewali Mamasa : 9.985 Km2
Semula dari zaman dahulu, di zaman perjanjian atau Allamungang Batu di Lujo, batas-batas wilayah Mandar adalah :
a) Sebelah Utara dengan Lalombi, wilayah Sulawesi Tengah
b) Sebelah timur dengan kabupaten poso, kabupaten Lawu dan Kabupaten Tana Toraja.
c) Sebelah selatan dengan Binanga Karaeng, kabupaten Pinrang
d) Sebelah barat dengan Selat Makasar.
Kini batas Mandar di utara berubah menjadi Suremana, yang berarti suku mandar kehilangan wilayah lebih dari 10 km, dan juga kehilangan 10 km di selatan, karena batas wilayah Mandar di selatan sekarang sudah bukan Binanga Karaeng, tetapi Paku (ujung polewali mandar).
B.       Asal Mula Kata Mandar
       Kata Mandar memiliki berbagai arti:
(1) Mandar berasal dari konsep Sipamandaq yang berarrti saling kuat menguatkanpenyebutan itu dalam pengembangan berubah penyebutannya menjadi Mandar
(2) kata Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti sungai, dan
(3) Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara-Yanduru-Nadra yang dalam perkembangan kemudian terjadi perubahan artikulasi menjadi Mandar yang berarti tempat yang jarang penduduknya.
(4) menurut orang Belanda yang sempat menjajah Indonesia termasuk Mandar termasuk salah wilayah Afdeling,Mandar terdiri dari dua kata Man dan Dare yang berarti manusia dan berani,ini di landasi dari gigihnya perlawanan rakyat Mandar saat kolonialisme Belanda di Indonesia khususnya di tanah Mandar sehingga Mandar di katakana manusia berani, setelah mengajukan berbagai pertimbangan penetapan pilihan pada butir kedua, yaitu “Mandar” yang berarti “Sungai” dalam penuturan penduduk Balanipa. Tampaknya menyebutan itu tidak berpengaruh terhadap penamaan sungai sehingga sungai yang terdapat de daerah itu sendiri disebut Sungai Balangnipa. Selain itu masih terdapat sejumlah sungai lain di daerah Pitu Babana Binanga (PBB), yaitu sungai,Tinambung, Campalagiang, Mapilli, Karama, Lumu, Buding-Buding, Lariang dan Binuang (Paku).
C.      Agama
Sebagian besar suku Mandar adalah penganut agama Islam yang setia tetapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat lepas dari kepercayaan-kepercayaan seperti pemali, larangan-larangan dan perbuatan magis seperti pemakaian jimat atau benda-benda keramat dan sesaji.
Di daerah pedalaman seperti di pegunungan Pitu Ulunna Salu sebelum Islam masuk, religi budaya yang dikenal ketika itu adalah adat Mappurondo yang diterjemahkan sebagai bepeganng pada falsafah Pemali Appa Randanna, Sedangkan untuk wilayah persekutuan Pitu Ba’bana Binanga sendiri, religi budayanya dapat ditemui pada peninggalanya yang berupa ritual dan upacara-upacara adat yang tampaknya bisa dijadikan patokan bahwa ia bersumber dari religi budaya dan kepercayaan masa lalunya. Seperti ritualMappasoro (menghanyutkan sesaji di sungai) atau Mattola bala’ (menyiapkan sesai untuk menolak musibah) dan lain sebagainya yang diyakini akan membawa manfaat kepada masyarakat yang melakukannya.
D.      Mata pencaharian
Mata pencaharian suku mandar pada umumnya tidak berbeda dari suku bugi dan makassar, yaitu melaut dan bercocok tanam. akan tetapi sebagian besar suku mandar memilih sebagai seorang pelaut atau nelayan. Pada buku yang ditulis oleh Chistian Pelras yang berjudul Manusia Bugis dikatakan bahwa sebenarnya leluhur orang Mandarlah yang ulung melaut bukan orang Bugis seperti pendapat banyak orang.
Rumpon atau roppong dalam bahasa Mandar adalah tehnologi penangkapan ikan yang pertama kali ditemukan oleh pelaut Mandar, perahu sandeq adalah perahu tradisional bercadik yang tercepat dan ramah lingkunagn dikawasan Austronesia. Ide penciptanya berasal dari aral yang ditemukan pelaut mandar dilaut. Di kampung-kampung Mandar, alat tangkap tak semuanya sama, ada yang menggunakan sandeq dan ada juga yang menggunakan Baago, perahu Mandar yang tak bercadik.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwUBJ2s5-rp5ck7QMk8WLwrP8GF1MnolmSVsL2gqO0uZn7cOKx50zVqqv6z2ASrN2VXm0uqOg9Fnr4SVsLqe7BdFCI2Wv2EVXI6om5yYjKRJ3C4QY1pyo47qj-jbB5EnmFAG2YHfn12ZWr/s1600/mandar-sandeq+(banuamandar.blogspot.com).jpg
Ada beberapa ilmu (paissangang) yang di miliki oleh pelaut mandar berlayar (paissangangasumombalang), kelautan (paissangang aposasiang), keperahuan (paissangang paalopiang) dan kegaiban (biasa disebut paissangang). Dan pada umumnya sebelum melaut ada upacara-upacara yang dilakukan seperti Kuliwa, yaitu pemujaan terhadap sang pencipta agar di jaga selama melaut dan di berikan rezky berupa tangkapan yang cukup.
E.       Sistem kekerabatan
Suku Mandar, pada umumnya mengikuti kedua garis keturunan ayah dan ibu yaitu bilateral. Adapun keluarga luas di Mandar terkenal dengan istilah Sangana ' atau Mesangana, kelurga luar yaitu famili-famili yang dekat dan sudah jauh tetapi masih ada hubungan keluarga. Namun pada golongan bangsawan hanya mengikuti dari garis keturunan ayah. misalkan sebuah bangsawan pria menikahi wanita biasa , maka anaknya dikatakan berdarah biru (pappuangannya) yang dimiliki adalah setengah, sedangkan jika bangsawan wanita menikah dengan lelaki biasa , maka anaknya tidak memiliki sama sekali darah pappuangan.
F.       Bahasa
Pada dasarnya Suku mandar menggunakan bahasa yang disebut dengan bahasa mandar, hingga kini masih dengan mudah bisa ditemui penggunaannya di beberapa daerah di Mandar seperti: Polmas, Mamasa, majene, Mamuju dan Mamuju Utara. Bahasa mandar juga memiliki 2 subbahas yaitu bahasa yang biasa di pergunakan di daerah pedalaman (bahasa buttu) dan bahasa mandar kota.
Selain bahasa mandar, di beberapa tempat atau daerah di Mandar juga telah menggunakan bahasa lain,seperti untuk Polmas di daerah Polewali juga dapat ditemui penggunaan bahasa Bugis. Begitu pula di Mamasa, menggunakan bahasa Mamasa, sebagai bahasa mereka yang memang di dalamnya banyak ditemui perbedaannya dengan bahasa Mandar. Sementara di daerah Wonomulyo, juga dapat ditemui banyak masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa, utamanya etnis Jawa yang tinggal dan juga telah menjadi to Mandar di daerah tersebut.Kecuali di beberapa tempat Mandar, seperti Mamasa. Selain daerah Mandar atau kini wilayah Provinsi Sulawesi Barat , bahasa Mandar juga dapat ditemukan penggunaannya di komunitas masyarakat di daerah Ujung Lero Kabupaten Pinrang dan Tuppa Biring Kabupaten Pangkep.
G.      Sistem Kemasyarakatan
Hasil gambar untuk masyarakat suku mandar
Berdasarkan penilaian daerah menurut ukuran makro yaitu :
1. Golongan bangsawan raja,
2. Golongan bangsawan hadat atau pia (mara'dia),
3. Golongan tau maradeka yakni orang biasa,
4. Golongan budak atau batua.
Golongan bangsawan Hadat (mara'dia) ini merupakan golongan yang paling bayak jumlahnya. Mereka tidak boleh kawin dengan turunan bangsawan raja supaya ada pemisahan.Raja hanya sebagai lambing sedangkan hadat memegang kekuasaan.
Beberapa hal yang menjadi kebiasaan dalam suku Mandar seperti:
a. Mengalah yaitu kalau menghadap raja,kaki tangan dilipat.
b. Meminta permisi kalau mau lewat didepan orang dengan menyebut Tawe
c. Kalau bertamu sudah lama, mereka minta permisi yang disebut massimang

Sumber:

Buku BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA, Oktober 2011, Dr. Woro Aryandini, SS, MSi dan tim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

kumpulan video suku bawean

Masyarakat Bawean juga terkenal dengan budaya merantau. Mereke merantau ke Bandar Malaka berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu kare...