Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Senin, 29 Mei 2017

responding paper suku mentawai

Suku Mentawai
Suku Mentawai tinggal di kepulauan Mentawai yang terletak sekitar 100 km di sebelah barat pantai Sumatera, yang terdiri dari 40 pulau besar dan kecil. Ada empat pulau besar yang didiami manusia yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Beberapa hipotesis diajukan untuk menjelaskan asal-usul genealogi suku Mentawai. Neumann misalnya menggolongkan suku Mentawai dalam golongan Melayu Polinesia. Bangsa Polinesia sejak dahulu mendiami pulau Sumatera. Namun kedatangan bangsa 1 Disarikan dari buku karangan Stefano Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai, Penerbit PT Grafidia Jaya, Jakarta 1986, 1-13. 2 Melayu menyebabkan mereka terusir dan menyingkir ke pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Budaya Masyarakat suku Mentawai
Mayoritas orang-orang suku Mentawai memeluk agama Katolik, dan sebagian beragama Protestan, dan Islam. Namun demikian, sebagaian penduduk Mentawai masih tetap memegang teguh religinya yang asli, yaitu Arat Sabulungan. Arat berarti adat, Sa berarti seikat dan bulungan berarti daun. Mereka menyebutnya Arat Sabulungan karena dalam setiap acara ritualnya mereka selalu menggunakan daun-daun yang dipercaya dapat menghubungkan manusia dengan Sang Maha Kuasa atau disebut sebagai Ulau Manua (Tuhan). Pada dasarnya Arat Sabulungan mengajarkan keseimbangan antara alam dan manusia. Kepercayaan itu mengajarkan bahwa manusia harus memperlakukan alam, tumbuh-tumbuhan, air, dan binatang seperti dirinya.2 Menurut Arat Sabulungan daun atau lebih luasnya lagi pohon atau hutan merupakan tempat bersemayam bagi para dewa-dewa yang harus dihormati. Secara khusus, penguasa Hutan menurut kepercayaan suku Mentawai adalah Taikaleleu. Dialah yang memberikan hasil-hasil hutan bagi kelangsungan hidup mereka. Hidup suku Mentawai menyatu dengan Hutan. Merusak Alam dan berburu secara liar diyakini dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan suku Mentawai misalnya bencana alam, wabah penyakit. Maka setiap adanya disharmoni ini perlu diadakan semacam ritus pemulihan.
Agama dan Kepercayaan
Agama yang dianut oleh masyarakat suku bangsa Mentawai adalah Arat Sabulungan yaitu suatu fariasi dari kepercayaan tentang berbagai kesaktian yang dimiliki oleh roh nenek moyang atau ketsat. Dalam konsep kepercayaan agama mereka dikenal dalam beberapa nama yang berhubungan dengan kegaiban seperti Simagre yaitu roh yang menyebabkan orang hidup; Sabulungan yaitu roh yang keluar dari tubuh terkadang dianggap keluar sebentar (misalnya ketika sedang terkejut). Tetapi ada juga roh yang tidak pergi jauh dari tempat tinggal manusia seperti di bumi, dalam air, udara pepohonan besar, di gunung, di hutan dan sebagainya. Bahkan didalam uma terdapat satu roh penjaga yang disebut kina. Selain itu masyarakat juga meyakini bahwa roh jahat yang kerjanya menyebarkan penyakit dan  mengganggu manusia, roh ini disebut sanitu. Sanitu berasal dari roh manusia yang matinya tidak wajar (Jawa; gentayangan) seperti mati bunuh diri, dibunuh, kecelakaan (misalnya jatuh dari pohon) dan mati karena sakit yang tak kunjung sembuh.
Tata krama suku mentawai
Tatakrama adalah adat sopan santun yang berlaku sekaligus menjadi ciri khas bagi masyarakat pendukungnya, disamping itu tatakrama juga merupakan pola pengaturan dalam interaksi atau pergaulan. Sehingga untuk mendekati sesuatu masyarakat maka mempelajari tatakramanya terlebih dahulu adalah merupakan hal yang penting supaya orang dari luar komponen masyarakat itu dapat diterima dengan baik dan dapat menjalani suatu hubungan. Tindakan ini dapat disebut tindakan persuasive yaitu pendekatan melalui pemahaman budaya, adat istiadat dan pola piker masyarakat tersebut.
Namun demikian ada satu hal yang patut menjadi perhatian dalam tatakrama Mentawai ini yaitu bahwa hal mendasar bagi mereka adalah adanya pandangan bahwa manusia dan alam adalah sama dalam arti keduanya harus mendapat perlakuan yang sama. Manusia butuh makan, minum, perhiasan, ketenagaan, keserasian dan keindahan maka alampun demikian halnya. Jiwa manusia akan pergi yang menyebabkan manusia itu sakit bahkan meninggal dunia, jiwa alampun akan merana dan tidak peduli kepada mereka jika kepada alam tidak diperlakukan sama, maka harus ada pengorbanan dan sesembahan kepada alam.orang suku Mentawai akan menganggap Guntur, petir yang menyambar, banjir yang tiba-tiba dating, angin kencang yang bergemuluh dan seluruh gejala alam yang demikian  mencekam, merupakan tetanda bahwa ada sesuatu yang kurang pada pelayanan kepada alam atau telah ada sesuatu yang dianggar (hal ini biasanya diketahui oleh  sikerei setelah melakukan hubungan gaib dengan roh penguasa alam)
            Terkadang ditafsirkan sebagai sikap takzim, sikap memberikan penghargaan ataupun sikap memuliakan terhadap orang yang dihadapi. Kemudian untuk semua itu badan kita akan memberikan reaksi sebagai sikap menghormat dengan menggerakan seperti menganggukan kepala, menunduk atau membungkuk. Di lingkungan feodalistis sikap ini lebih jelas lagi karena selain menunduk disertai dengan duduk bersipuh dan dua tangan dirapatkan di sekitar wajah.
            Sikap menghormatpun tidak ada yang berlebihan. Tanpa perlu mengangguk apalagi menunduk dan membungkuk, cukup dengan menoleh sambil mengucapanaloita Apalagi ditambah senyum sudah merupakan tatakrama menghormat yang berlaku umum.
            Jadi bisa disimpulkan bahwa bagaimanapun tingkat status seseorang tatacara menghormatinya sama baik antara pemuda kepada yang lebih tua maupun yang  sebaya.
Uniknya lagi adalah bahwa mereka pantang menyebut nama termasuk mereka yang sebaya, karena sebuah nama bagi mereka adalah sesuatu yang sacral.

Kehidupan sehari-hari suku Mentawai
            Suku  Mentawai  hidup  terikat  dengan  aturan  adat. Salah  satu aturan adat yang selalu mereka jalankan yakni Arat Sabulungan. Arat berarti adat, sementara  Sabulungan  bermakna daun. Jika diartikan, Arat Sabulungan mengatur kehidupan suku Mentawai untuk menghormati dan menjaga daun. Berdasarkan ajaran leluhur Mentawai, daun diyakini sebagai tempat bersemayamnya dewa hutan, dewa gunung, dewa laut, serta dewa air.
Suku  Mentawai  juga meyakini daun menjadi penghubung antara Sang Pencipta dengan manusia. Begitu  kuatnya  kepercayaan suku Mentawai terhadap kekuatan daun, pantang bagi keturunan suku Mentawai untuk merusak hutan. Mereka dilarang  untuk  menebang  hutan  sembarangan. Untuk  memasak, mereka  hanya diperbolehkan mengambil ranting pohon yang telah jatuh ke tanah. Jika melanggar, mereka akan mendapat sanksi adat. Bahkan mereka percaya, jika merusak  hutan,  musibah dapat menghampiri kehidupan masyarakat Mentawai.
Hutan  menjadi  tempat utama bagi kehidupan suku Mentawai. Mereka mendirikan Uma atau rumah di dalam hutan. Di dalam hutan itu pula, mereka mencari hewan buruan untuk dimakan. Monyet, babi hutan, serta kelelawar menjadi sasaran rutin bagi suku Mentawai. Jika dibandingkan dengan jenis hewan lainnya, suku Mentawai menganggap monyet sebagai hasil buruan yang paling berharga.
            Ketika ada  warga berhasil  mendapat  buruan  monyet, mereka akan memanggil  anggota  keluarga  serta kerabat  lainnya untuk ikut menikmati monyet tersebut. Membagi rata hasil buruan dan harus dihabiskan tanpa sisa menjadi kewajiban bagi Suku Mentawai.  Mereka percaya, jika ada hasil buruan yang  tidak dihabiskan ketika itu juga, malapetaka akan menimpa seluruh keluarga. Jenis hewan yang pantang untuk diburu adalah anjing. Mereka menganggap, membunuh dan memakan  anjing  merupakan  sebuah  pelanggaran adat. Bagi  mereka, anjing merupakan  hewan kesayangan yang hanya boleh untuk dipelihara bukan untuk dimakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

kumpulan video suku bawean

Masyarakat Bawean juga terkenal dengan budaya merantau. Mereke merantau ke Bandar Malaka berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu kare...