Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Senin, 29 Mei 2017

responding paper suku samin

Agama Tradisional Orang Samin
A.    Asal-Usul Masyarakat Samin
Masyarakat Samin adalah sebuah kelompok masyarakat yang terdapat di Blora, sebuah daerah yang berada di kawasan Provinsi Jawa Tengah. Masyarakat Samin memiliki kepercayaan, adat istiadat dan norma-norma tersendiri yang berbeda dengan masyarakat di Jawa pada umumnya. Mereka hidup berkelompok bersama di luar masyarakat umum, seakan-akan membentuk suatu komunitas.
Ada dua pendapat menganai asal kata “Samin”. Pertama, nama Samin berasal dari arti kata Samin itu sendiri, yaitu kata yang ditasbihkan dari nama seorang tokoh bernama Samin Surosentiko yang berpengaruh dan membuat sebuah gerakan pemberontakan terhadap pemerintah. Pendapat kedua, Samin berasal dari dari kata “sami-sami” yang berarti sama-sama. Kata ini merujuk pada konsep ajaran yang mengedepankan bahwa semua manusia itu sama, memiliki kedudukan yang sama, hak dan kewajiban yang sama karena semuanya beasal dari keturunan yang sama, yakni Nabi Adam.
Ajaran Samin atau Saminisme disebarkan oleh seorang petani yang bernama Samin Surasentiko atau Surantiko Samin, disebut pula Surontiko Sami. Para pengikut yang mengkultuskannya mengatakan bahwa Surosentiko Samin adalah “Wong Tiban” atau orang yang tidak diketahui dari mana datangnya dan kemana perginya. Bahkan di antara pengikutnya ada yang beranggapan hingga kini Surosentiko Samin masih hidup.
Pengikut ajaran Samin mempunyai lima ajaran, yaitu: tidak bersekolah, memakai "iket", yakni semacam kain yang diikat di kepala, tidak berpoligami, tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut, dan tidak berdagang karena bagi mereka berdangang menimbulkan sikap ketidakjujuran dan tidak baik.
Pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut:
1. Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati, dan jangan suka mengambil milik orang.
2. Bersikap sabar dan jangan sombong.
3. Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu, dibawa abadi selamanya. Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya.
4. Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur, dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan terdapat unsur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.

B. Pandangan Hidup, Kepercayaan dan Ajaran Orang Samin
1. Agama
Agama menurut orang Samin berarti “gaman” (senjata), yaitu “gamane wong lanang”. Mereka sering mengatakan “aku iki wong, agamaku Adam, jenengku lanang. Adam itu pengucapku”, dari Adamlah asal hidup dan mati, dan segalanya bersumber pada Dia.
Masyarakat Samin, generasi tua khususnya, cenderung masih sangat kuat memegang prinsip-prinsip ajaran Samin, sehingga dalam pemahaman keagamaan mereka tidak menganut agama tertentu. Mereka memandang agama sebagai arti kepercayaan dan keyakinan semua sama, yang berarti semua agama itu baik. Pemikiran ini bersumber pada suatu pendirian bahwa manusia adalah sama saja, tidak ada perbedaan, karena sama-sama makhluk hidup yang mempunyai tujuan yang sama pula.
Konsep agama Adam ini tidak ada sangkut pautnya dengan agama pewahyuan karena agama Adam ini mutlak dari pemikiran dan ide dasar orang tua terdahulu secara turun-temurun.
2. Manusia dan Kehidupan Alam Dunia
Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya.Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kemarau. Masyarakat Samin menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.
Mereka mencintai alam dan memperlakukannya dengan baik. Hanya mengambil kayu untuk kayu bakar dan tidak mengeksploitasi secara berlebihan. Kemana-mana mereka suka jalan kaki, walaupun jarak yang ditempuh cukup jauh.

C. Upacara Keagamaan Masyarakat Samin
1. Upacara Kelahiran
      Kelahiran menurut masyarakat Samin adalah sesuatu hal yang dianggap biasa saja. Masyarakat Samin juga mengenal brokohan bancakanmbel-mbel yang dibagi-bagikan kepada tetangga dinamakan mbrokohiturunan. Kemudian setelah sang bayi berusia lima hari dibuatkan juga mbel-mbelsepasaran, lalu pada saat bayi berusia sembilan hari juga dibuatkan mbel-mbel selapan.
      Ada ritual yang dinamakan penanaman tembuni yang dibedakan antara pria dan wanita. Penanaman tembuni bagi anak laki-laki ditanam di dalam rumah agar si anak laki-laki itu ketika dewasa bisa membantu sang ayah dalam mencari penghasilan. Sementara itu, anak perempuan tembuninya ditanam di luar rumah dengan harapan si anak cepat mendapat jodoh.
2. Upacara Khitan atau Ditoreh
Masyarakat Samin sebenarnya tidak mengenal khitan atau sunat. Mereka mempunyai pandangan, mengapa anggota tubuh yang sudah ada sejak lahir harus dikurangi atau dihilangkan. Akan tetapi dalam kenyataan sehari-hari, seorang anak laki-laki yang sudah menginjak masa “Adam Birahi” atau seseorang yang sudah memasuki akil baligjuga disunat sebagai laki-laki yang beragama Islam. Tidak ada upacara resmi dalam melaksanakan sunat atau ditoreh, hanya si anak dibawa ke bong supit, yang disebut dengan istilah calak. Masyarakat Samin mengatakan bahwa disunat atau ditoreh itu mengandung pengertian memperindah alat kelamin.
3. Upacara Perkawinan
Dalam perkawinan, ini harus didasari atas suka sama suka (pada demen) dan tidak ada unsur paksaan. Monogami adalah prinsip dari perkawinan mereka.
Dalam prosesi perkawinan masyarakat Samin ialah adanya masa magang, serta tidak melibatkan aparat pemerintahan atau petugas pencatatan sipil. Cukup dihadiri orang tua atau wali dan beberapa saksi, perkawinan sudah sah. Perkawinan menurut ajaran Saminisme, ialah alat untuk meraih keluhuran budi yang selanjutnya untuk menciptakan atmaja  (keutamaan) yaitu seorang anak yang mulai.
Tata cara perkawinan masyarakat Samin yaitu hidup serumah sebelum melangsungkan perkawinan disebut juga sebagai masa magang (menunggu). Bila keduanya sudah benar-benar bisa melakukan senggama (rukun), maka calon pengantin laki-laki menghadap calon mertua untuk siap mengawini mempelai perempuan.
4. Upacara Kematian
Manusia itu tidak pernah mati, yang mati dan rusak itu adalah jasadnya saja.
Mayat yang akan dikubur dipelihara sedemikian rupa, seperti sebelum dikubur, kemudian dimandukan, di bungkus dengan kain kafan,  kemudian dikubur dengan menghadap ke arah Utara Selatan, menghadap ke Barat, kemudian diberi nisan.

D. Etika dalam Masyarakat Samin
Masyarakat Samin akan selalu menjadi bagian dari kehidupan yang memiliki sifat-sifat yang dekat dengan keselarasan. Praktek pengalaman ajaran Samin yang diyakini kebenarannya pada gilirannya mempunyai implikasi yang sangat kuat pada pembentukkan watak dan karakter mereka. Beberapa watak yang menonjol dari mereka adalah: memegang teguh janji dan menepatinya “kukoh janji”, jujur, sabar dan tidak suka kekerasan, ikhlas atau “nerimo”, dan santun dalam menerima tamu.

E. Interaksi Kepercayaan Orang Samin dengan Agama-Agama Lain

Interaksi kepercayaan orang Samin dengan masyarakat sekitar, khususnya yang ada di desa Klopoduwur dan Sambungrejo cukup baik dan akrab, terutama terhadap sesama masyarakat Samin dan juga terhadap agama lain  dan masyarakat lain,karena ajaran Samin menganggap semua agama yang ada dan yang dianut banyak orang adalah baik dan kepercayaan yang dianutnya juga baik. Masyarakat Samin dalam berinteraksi dengan sesama Samin maupun non-Samin menggunakan bahasa Jawa Ngoko. Masyarakat Samin tidak menutup diri mereka dengan masyarakat luar. Akan tetapi, dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat luar mereka cukup kesulitan karena adanya sedikit perbedaan bahasa dan pemahaman. Interaksi kepercayaan orang Samin dengan masyarakat sekitar, khususnya yang ada di desa Klopoduwur dan Sambungrejo cukup baik dan akrab, terutama terhadap sesama masyarakat Samin dan juga terhadap agama lain  dan masyarakat lain,karena ajaran Samin menganggap semua agama yang ada dan yang dianut banyak orang adalah baik dan kepercayaan yang dianutnya juga baik. Bahkan dikatakan sertiap manusia derajatnya sama, tidak boleh menilai orang lain tetapi menilailah diri sendiri, mereka tidak mengganggu agama lain sehingga orang lain juga tidak mengganggunya dan ajaran mereka yang paling menonjol adalah tentng budi pekerti dan menciptakan suatu kerukunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

kumpulan video suku bawean

Masyarakat Bawean juga terkenal dengan budaya merantau. Mereke merantau ke Bandar Malaka berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu kare...