Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Senin, 05 Juni 2017

kumpulan video suku bawean



Masyarakat Bawean juga terkenal dengan budaya merantau. Mereke merantau ke Bandar Malaka berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu karena pada abad 15 dan 16 Bandar Malaka menjadi pusat perdagangan. Mereka merantau dengan alasan ekonomi maupun tradisi hingga akhirnya terjadi migrasi ke semenanjung Malaka dan sekitarnya.

Pada tahun 1849 jumlah orang Bawean di Singapura berjumlah 763 dan jumlahnya terus bertambah pada tahun 1957 sebanyak 22.167. Para perantau Bawean pada abad 19 menggunakan kapal jurusan Bawean ke Singapura yang dimiliki oleh pengusaha keturunan Palembang yang biasa disebut Kemas.




Orang Bawean adalah satu komunitas yang berdiam di pulau Bawean. Pulau yang luas 188.66 kilometer persegi ini terletak di laut Jawa, sekitar 80 mil sebelah utara kota Gresik. Wilayah pulau ini terbagi atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak, yang termasuk bagian dari wilayah administratif Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Pulau Bawean pada abad ke-20 dominan dihuni oleh kaum wanita dan orangtua ketimbang kaum pria. Penyebabnya, para kaum pria di sana kala itu harus pergi merantau ke tempat yang jauh, dengan harapan mendapat pekerjaan layak sehingga bisa pulang membawa kesuksesan besar bagi sanak keluarganya. Bagi orang Bawean, seorang pria yang memiliki pekerjaan tetap dan sudah mapan maka ia akan begitu dihormati dan dibanggakan.


Pernikahan sebagai salah satu dari fase proses kehidupan manusia, oleh manusia Bawean dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Pernikahan dimaknai sebagai utuhnya tanggung jawab seorang anak dan terlepasnya ketergantungan tanggung jawab orang tuanya. Dengan demikian usailah tugas sang orang tua dalam mengasuh, mendidik dan melindungi sang anak. Pada sisi komunitas luas, pernikahan bermakna sebagai lahirnya keluarga baru dilingkungan sosial mereka. Karena itu selain perlu diumumkannya sebuah pernikahan pada masyarakat sebagaimana tuntunan Agama dan tata laku sosial masyarakat Bawean, pernikahan dimeriahkan oleh anggota komunitas masyarakat Bawean sebagai ungkapan kegembiraan atas lahirnya keluarga baru dilingkungan mereka.
Kegembiraan pernikahan tersebut olah masyarakat Bawean dirayakan dan dimeriahkan sedemikian rupa mengikuti kemampuan finansial keluarga yang punya hajat maupun status sosialnya.

kumpulan video suku banjar



Tahapan Upacara Perkawinan Adat Banjar
1. Basasuluh
Istilah ini di ambil dari kata " suluh" atau obor yang dapat di artikan sebagai langkah awal atau penjajakan terhadap calon mempelai wanita dan keluarganya.
2. Batatakunan
Betatakunan adalah tahapan seperti layaknya  besasuluh tetapi sifatnya lebih detail, "takun" atau bertanya  tujuannya untuk memperoleh informasi mengenai mempelai wanita yang lebih spesifik.
3. Badatang
Tahapan berikutnya menunjukan keseriusan pihak mempelai pria kepada calonnya yaitu dengan Badatang. Badatang atau melamar adalah semacam menyampaikan niat atau hajat si pria untuk menjadikan si gadis sebagai calon istri kepada kedua orang tuanya.
4. Maatar Patalian
Tahapan ini adalah tindak lanjut dari Badatang, mempelai pria yang sudah resmi Badatang dan di terima selanjutnya akan melaksanakan tahapan Maatar Patalian (pengikat). Patalian ini merupakan perangkat yang berisi pakaian, perhiasan, alat rias, serta berbagai barang lainnya yang di maksudkan sebagai simbol bekal sang mempelai untuk menjalani kehidupan baru berumah tangga.
5. Maatar Jujuran
Jujuran atau mas kawin merupakan sebuah prosesi yang juga dijalankan dalam tahapan upacara perkawinan adat Banjar. 
6. Nikah
Nikah adalah proses ijab qabul (akad nikah) yang di pimpin oleh seorang penghulu agar hubungan kedua mempelai sah dari segi agama dan hukum.
7. Bapingit
Perempuan yang telah menikah akan  di "pingit" atau di kurung di rumah dan tidak di perkenankan bertemu dengan mempelai laki-laki ataupun pemuda lainnya sembari mempersiapkan diri batamat Qur'an dan acara perkawinan.
8. Mandi-mandi
Pada tahapan ini mempelai perempuan atau bersama mempelai laki laki (jika sudah menikah) melakukan prosesi mandi di alam terbuka diatas satu balai yang terdiri atas 3 jenjang yang masing-masing sudutnya terpancang tombak yang di beri lelangit (semacam atap) warna kuning. Warna kuning merupakan warna dominan dalam upacara-upacara tradisional suku Banjar yang memiliki arti Kebesaran dan Keluhuran.
9. Batamat Qur’an
Batamat Qur'an adalah kegiatan mengkhatamkan Qur'an secara bersama-sama.
10. Hari Perkawinan.
Adalah hari di sandingkannya kedua mempelai dengan mengadakan semacam selamatan atau hajatan di hadiri oleh tetangga dan kerabat serta sanak saudara. Mempelai pria biasanya akan di "arak" menuju kediaman mempelai perempuan di iringi kesenian Sinoman Hadrah





Upacara Adat Suku Banjar (Aruh Baharin)
Aruh Baharin adalah upacara adat masyarakat Suku Dayak Dusun Halong yang menganut agama Kaharingan (agama Suku Dayak) untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas penganugerahan hasil panen padi ladang yang melimpah, dan sekaligus penghormatan terhadap arwah para leluhur yang diyakini senantiasa melindungi mereka dari malapetaka. Dalam perkembangan selanjutnya, upacara adat ini juga digunakan untuk merayakan keberhasilan usaha lainnya, seperti berdagang, beternak, melaut, dan lain sebagainya.
Biasanya, upacara adat Aruh Baharin dilaksanakan secara bergiliran oleh tiga kelompok masyarakat adat Dayak yang mendiami Desa Kapul. Masing-masing kelompok masyarakat adat tersebut membawahi sekitar 25 sampai 30 kepala keluarga. Pada saat ini, pelaksanaan Aruh Baharin tidak lagi setiap tahun atau sehabis musim panen padi ladang, tapi tiga tahun sekali atau lima tahun sekali. Hal ini disebabkan biaya untuk pelaksanaannya terbilang mahal karena harus menyembelih beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam.


Summary:sejarah banjar pada tahun 1526-1860,pada tahun 1526 banjarmasin yang artinya perkampungan atau orang melayu di pimpin orang kampung yang berasal dari Sumatra yang bergelar patimasih. Pada tahun 1526-1550 masa pemerintahan pangeran samudra atau raja yang pertama setelah mendapat dukungan dari kesultanan demak untuk lepas dari kerajaan Negara dahak. Pada tahun 24 september  1526 pangeran samudra memeluk islam dan bergelar sultan suryansah dan pada tanggal ini dijadikan hari kota Banjarmasin. Pada tahun 1550-1570 yaitu masa pemerintahan sultan rahmatullah. Pada tahun 1570-1620 masa pemerintahan sultan hidayatullah. Pada tanggal 7 juli 1607 ekspedisi belanda yang dipimpin oleh kopman,gillis,misael tiba dibanjarmasin. Pada tahun 1734-1759 masa pemerintahan sultan tanbudillah yang pertama di mertapura. Pada 1811 alexander menjadi perwakilan dari inggris di Banjarmasin,1817 belanda kembali menguasai Banjarmasin.1825 undang-undang sultan adam atau UUSA .26 juli 1835 penginjil pertama yang tiba dan adanya penyebaran agama Kristen. 1857-1859 sultan tamjidillah yang dipilih oleh belanda dan diasingkan ke bogor. Pada tahun 1860 wilayah kerajaan banjar dijadikan  afdeeeling bajarmasin dan afdeeling hulu sungai.


kumpulan video suku mandar


 Kata Mandar memiliki berbagai arti:
(1) Mandar berasal dari konsep Sipamandaq yang berarrti saling kuat menguatkan penyebutan itu dalam pengembangan berubah penyebutannya menjadi Mandar
(2) kata Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti sungai, dan
(3) Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara-Yanduru-Nadra yang dalam perkembangan kemudian terjadi perubahan artikulasi menjadi Mandar yang berarti tempat yang jarang penduduknya.








Perkawinan (Likka) didaerah mandar melalui tahapan sebagai berikut:

*Memata/Maqlolang (Memilih jodoh) :
Dalam memilih jodoh, diperhatikan apa yang terkandung dalam ungkapan appeq sulapaq dimesanna mala makkeqdeang siwali parriq ilalang pamboyangang salamaq salewangang lino aheraq (empat segi/hal yang dapat dijadikan dasar menegakkan kerja sama (suami isteri) di dalam kehidupan berumahtangga selamat sejahtera dunia akhirat) yaitu (1) tomapia/tomalaqbiq (orang yang beragama, berbudi pekerti luhur, bangsawan, tampak gagah, cantik ayu), (2) assagenang ‘kemampuan ekonomi’, (3) atauang ‘strata social berdasarkan keturunan’, dan (4) hubungan darah. Biasanya pemilihan jodoh dalam kalangan keluarga sendiri akan mulus pelaksanaannya.
Jika diantara seorang pemuda dengan seorang gadis telah saling jatuh cinta, atau seorang pemuda telah jatuh hati kepada seorang wanita/gadis, maka sang pemuda menyampaikan kepada kelurganya agar diutus salah seorang perempuan yang dianggap dituakan dalam keluarga mereka untuk pergi kerumah sang gadis dengan maksud untuk mengamati perangai dan tingkah laku sang gadis. Apakah sudah sesuai perangai dan tingkah laku yang dikehendaki. Dalam pendekatan hendak diketahui apakah sang wanita/gadis yang dimaksud dapat dipinang atau tidak, yang dalam ungkapan mandar dikatakan mappeqissangngi dimawayana, dimaropponna tangalalang (mencari tahu apakah terang jalan tanpa penghalang, atau jalan itu penuh penghalang), apakah gadis itu betul-betul belum ada yang melamarnya.

*Mettumae ‘meminang’ :
Setelah diketahui bahwa sang gadis belum dilamar orang, diutuslah beberapa orang keluarga pihak pemuda berkunjung secara resmi ke rumah Sang Gadis membicarakan maksud meminang atau melamar dan membicarakan secara mendetail beban belanja serta tata cara pelaksanaan perkawinan yang akan menjadi beban pihak keluarga sang pemuda yang disebut akkeang atau rurangan. Apabila disanggupi oleh orang tua Sang Pemuda maka diadakan musyawarah tentang kapan dilaksanakan acara selanjutnya adalah mattanda jari. Tetapi apabila beban dan tata cara perkawinan tidak disanggupi, pihak keluarga Sang Pemuda mengadakan musyawarah berapa kesanggupan yang akan disampaikan kepada pihak keluarga Sang Gadis.

* Mattanda Jari ‘Menanda Jadi’ :
Beberapa hari setelah musyawarah, keluarga pihak Sang Pemuda kembali mengutus beberapa orang menyampaikan kepada keluarga pihak Sang Gadis kesanggupan pihak keluarga Sang pemuda. Kesanggupan disampaikan utusan dengan cara meletakkan sejumlah uang dalam pamenangan (sejenis piring berkaki setinggi labih kurang 30 cm terbuat dari kuningan) disodorkan kepada pihak keluarga Sang Gadis. Jumlah uang yang diletakkan di atas pamengangan bukan jumlah sebenarnya tetapi adalah jumlah perbandingan. Contoh: Rp. 10.000 berarti kesanggupan pihak keluarga pemuda Rp. 1.000.000, dan seterusnya. Jika antara kedua belah pihak terjadi titik temu, jadilah ikatan pertunangan antara Sang Pemuda dengan Sang Gadis tersebut.

*Mattanda Allo ‘Menanda Hari’ :
menentukan dan menyepakati kapan hari perkawinan dilaksanakan. (Ada masa pittumaeang ‘pertunangan’ yang berlangsung agak lama, dan ada pula yang berlangsung hanya beberapa minggu setelah acara mattanda jar).

* Maccanring.:
Pihak sang pemuda mengantarkan seluruh bahan/perlengkapan yang akan dipakai oleh keluarga sang gadis dalam melaksanakan acara-acara perkawinan selanjutnya.

*Mekillang patindoang/ maqlolang. : 
Dilaksanakan menjelang hari perkawinan. Menemui calon pengantin laki-laki bersama beberapa orang pemuda dari kalangan keluarganya, tetangganya, dan kawan-kawannya dating berkunjung ke rumah calon pengantin perempuan dengan maksud “dating melihat-lihat segala persiapan yang akan digunakan/tempat pelaksanaan perkawinan”.

*Metindor ‘mengiring’.:
Saat hari perkawinan pengantin pria dengan berpakaian adat mitindor ‘diiringi’ berupa arak-arakan menuju ke rumah mempelai perempuan untuk melaksanakan acara perkawinan/pernikahan.

*Nikka ‘akad nikah’. :
 Sebelum acara akad nikah, dilaksanakan rangkaian acara pelattigiang ‘mengoleskan daun pacar yang telah dihaluskan kepada mempelai’, setelah mempelai laki-laki tiba dirumah mempelai perempuan, seorang yang dituakan dari pihak keluarga mempelai perempuan meletakkan sebuah piring antic berisi lattigi ‘daun pacar’ yang telah dihaluskan dihadapan mempelai laki-laki. 


+
Seni Beladiri

Di lita’ mandar (tanah mandar) sendiri yang diketahui pernah menjadi tempat berdirinya beberapa kerajaan pada jaman dulu, kepemilikan ilmu bela diri tidak bisa dipisahkan dari masyarakatnya yang dikenal memiliki temperamen keras. Sehingga kemudian berkembang sebuah aliran pencak silat yang dikenal dengan nama Pakkongtau yaitu gerakan silat yang dilakukan dengan menggunakan jurus-jurus tangan kosong.





dokumentasi kampung adat urug












kumpulan e book dan jurnal suku bawean

Judul : NILAI-NILAI KERUKUNAN DALAM KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BAWEAN GRESIK Penulis :Rosidin Rosidin Halaman : 129-140 Setiap suku bangsa di Indonesia hampir memiliki acuan norma-norma yang bersumber dari kebudayaan masing-masing, yang dikenal dengan kebijakan budaya lokal (local genius) atau kearifan lokal (local wisdom), termasuk masyarakat Bawean Gresik. Penelitian ini untuk mengetahui kearifan lokal sekaligus bagaimana nilai-nilai kerukunan umat pada kearifan lokal masyarakat Bawean. Pendekatan penelitian kualitatif-deskriptif, artinya peneliti mencari deskripsi yang menyeluruh, mendalam, dan cermat tentang kearifan lokal di masyarakat Bawean. Selanjutnya, digambarkan bagaimana kearifan lokal berperan dalam memelihara kerukunan umat secara terbuka alamiah. Adapun hasil penelitian ini (1) masyarakat Bawean mempunyai banyak kearifan lokal hampir di setiap desa. Beberapa diantaranya: Pengantin amaen, pencak Bawean, perayaan maulud nabi, budaya merantau, dan berbagai jenis kesenian Islam (2) kearifan lokal dalam berbagai bentuk tersebut mempunyai nilai kerukunan dalam hal sikap toleransi dan saling menghormati, bernilai kerja sama, dan solidaritas. Judul : Pendidikan Islam di Pulau Bawean Jawa Timur Indonesia: sejarah dan perkembangannya Penulis : ABDUL WAHID Jmlah halaman : 218 Pendidikan Islam di Pulau Bawean Indonesia bermula sejak masuknya Islam ke pulau tersebut pada abad ke-16. Aktiviti pendidikan Islam pada mulanya dilaksanakan di tempat-tempat seperti rumah, surau dan masjid. Pada peringkat awal ini, pendidikan Islam belum berbentuk sebuah institusi formal dan hanya dijalankan secara perseorangan. Dari sejarah perjalanannya, pendidikan Islam di Pulau Bawean berkembang maju menjadi institusi pendidikan formal yang berbentuk sebuah institusi madrasah yang menyepadukan pendidikan Islam dengan pendidikan nasional Indonesia. Kajian ini bertujuan untuk melihat sejarah awal pendidikan Islam dilaksanakan di Pulau Bawean dan seterusnya melihat pada proses kemajuan yang dihasilkan. Kajian ini juga, hanya memfokuskan pada beberapa buah institusi sebagai sampel penyelidikan iaitu Pondok Pesantren Mambaul Falah, Pondok Pesantren Hasan Jufri, Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama 38 Nurul Huda, Madrasah Ibtidaiyah Nahdlalatul Ulama 08 Teluk Dalam, Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama 40 Asrarul Ulum, Madrasah Tsanawiyah Umar Mas’ud, Madrasah Tsanawiyah Hasan Jufri, Madrasah Aliyah Nurul Huda dan Madrasah Aliyah Mambaul Falah Metode yang diguna pakai untuk mendapatkan maklumat dalam kajian ini ialah temu bual dan kaji selidik, di samping kepustakaan. Dari hasil kajian yang dilakukan menunjukkan bahawa pencapaian para pelajar yang mengikuti pengajian di institusi pendidikan Islam sangat baik dan sambutan masyarakat sangat menggalakkan. Oleh kerana itu, institusi pendidikan Islam di Pulau Bawean tetap menjadi pilihan dan mampu bersaing dengan institusi pendidikan umum. Nama buku : Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Jilid L-Z Penulis : M. Junus Melalatoa Jumlah halaman : 939 Berisi tentang suku-suku di Indonesia

Minggu, 04 Juni 2017

kumpulan e-book dan jurnal suku banjar

BADINGSANAK BANJAR-DAYAK IDENTITAS AGAMA DAN EKONOMI ETNISITAS DI KALIMANTAN SELATAN Lokasi penelitian yang dilakuakan pada dua desa yang berada di Kecamatan Loksado, Kalimantan Selatan, yaitu Desa Hulu Banyu yang penduduknya mayoritas orang Banjar, dan Desa Loksado yang penduduknya heterogen di mana jumlah orang Banjar dan orang Dayak seimbang, dan jumlah pemeluk Islam, Kristen dan Agama Balian/Kaharingan masing-masing cukup signifikan. Dengan membandingkan keadaan dua desa ini diharapkan akan ditemukan suatu pemahaman akan proses pembentukan, negosiasi dan kemungkinan konflik antar identitas etnis dan agama antara orang Dayak dan Banjar. menunjukkan bahwa identitas orang Banjar dan orang Dayak Meratus di Kecamatan Loksado mengalami perkembangan yang dinamis seiring dengan perubahan sosial politik dan budaya di kawasan Meratus khususnya, dan Kalimantan Selatan serta Indonesia umumnya. Agama dan etnisitas merupakan dua unsur identitas yang paling menonjol, yang kadangkala mengalami konflik, negosiasi atau akomodasi. Di Desa Tanuhi di mana komposisi penduduk lebih didominasi oleh etnis Banjar yang beragama Islam, akomodasi antar identitas cenderung lebih kuat sehingga kehidupan masyarakat relatif harmonis. Sedangkan di Desa Loksado di mana komposisi penduduk yang menganut tiga agama relatif seimbang, konflik dan negosiasi identitas cenderung lebih menonjol. Konflik juga tampaknya lebih potensial antara penganut Islam dan Kristen, ketimbang antara penganut kedua agama tersebut dengan penganut agama lokal (Agama Balian/Kaharingan). Dalam pola hubungan antar etnis dan agama itu, negara cukup berperan, terutama dalam kaitannya dengan kebijakan pembangunan untuk masyarakat terasing yang melibatkan missionaris Kristen, penentuan agama-agama resmi di mana agama lokal tidak diakui, dan keterlibatan aparat negara yang didominasi oleh orang Banjar Muslim dalam membantu perkembangan dakwah Islam di kawasan ini. Sementara itu, kalau di era Orde Baru, partai pemerintah dominan di wilayah ini, di masa Reformasi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mulai mendapatkan dukungan pula, khususnya bagi kalangan Dayak Meratus di Desa Loksado.(hlm4-5) BASULUH SUKU BANJAR DALAM SENGKETA WARIS Masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan, juga memiliki konsep penyelesaian sengketa yang disebut dengan adat badamai. Secara etimologis, adat badamai merupakan kata majemuk yang berasal dari bentukan kata adat dan badamai. Adat adalah kebiasaan atau tradisi masyarakat yang telah dilakukan berulang-ulang secara turun-temurun. Badamai berasal dari akar kata bahasa Banjar yang berasal dari kata damai yang berarti damai, tenang dan sejahtera. Maka adat badamai berarti suatu upaya perdamaian yang dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat yang disebut tetuha kampung dilakukan secara berulang-ulang dan menjadi suatu kebiasaan yang melembaga pada masyarakat Banjar. Mengenai perdamaian dalam sengketa waris antarsaudara, biasanya si penuntut ataupun yang dituntut akan menghubungi salah seorang tokoh yang dipandang alim di kampungnya atau di kampung terdekat (tuan guru) guna membicarakan tuntutan tersebut. Kegiatan menghubungi tokoh yang dipandang alim ini dinamakan basasuluh. Tokoh ini akan memberikan pandangannya agar penyelesaian dilaksanakan secara damai. Kegiatan basuluh ini tidak memiliki batasan waktu, semua sesi pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan dari para pihak dan tetuha kampung.7 Dalam basuluh, kesepakatan pembagian harta warisan dilakukan dengan dua macam cara, yaitu Fara‟id-Islah dan Islah.(hlm.3) KEPUASAN PERKAWINAN PADA WANITA SUKU BANJAR suku Banjar yang mengajarkan untuk menjunjung tinggi prinsip ahlakul karimah dalam menjalankan kehidupan bersosial. Prinsipprinsip ahlakul karimah menjadikan seseorang bersikap santun dan dapat menghargai orang lain yang berbeda. Implikasi prinsip-prinsip ahlakul karimah dalam kehidupan perkawinan adalah perilaku yang santun dan saling menghargai antara suami dan istri serta menerapkan prinsip-prinsip keagaaman dalam menjalankan rumah tangga, (Hidayat, 2013). Selain itu, pada suku Banjar juga ada beberapa tradisi yang dijadikan acuan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam rumah tangga. Tradisi tersebut adalah tradisi musyawarah, tradisi gotong royong, tradisi persamaan, dan tradisi kebebasan.(hlm.361). Suku Banjar menurut Ideham (2005) adalah suku bangsa atau etnoreligius muslim yang menempati sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, (Komandoko, 2010). Lebih lanjut menurut Ideham (2007) sistem kekerabatan masyarakat suku Banjar menurut garis ibu dan ayah atau bilateral. Pada suku Banjar berdasarkan adat istiadat, setelah menikah biasanya pasangan akan tinggal tinggal di tempat mempelai wanita bersama orang tua mempelai wanita untuk mengatur kehidupan berumah tangga setelah pasangan suami istri memiliki kemampuan untuk mandiri, maka pasangan tersebut diperbolehkan untuk menempati rumah mereka sendiri secara mandiri. Hubungan suami dan istri dalam rumah tangga seperti yang dijelaskan oleh Ideham (2005) mempunyai tanggung jawab dan kewajiban tertentu untuk menjamin keharmonisan rumah tangga. Ideham (2005) menjelaskan seorang istri harus dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap suaminya demi terjalinnya hubungan yang mesra. Istri harus taat dan setia kepada suaminya sesuai dengan ajaran agama. Tingkah laku istri terhadap suami sebagaimana diatur dan ditradisikan menurut adat itu merupakan cerminan kesetiaannya. Jika suami sedang tidak ada di rumah, istri yang baik tidak mau menerima tamu pria, kecuali keluarga dekat atau sudah dikenal baik pribadinya. Tamu pria yang tidak dikenalnya akan ditolak secara halus guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Ideham (2005) menjelaskan bahwa perempuan Banjar dalam kehidupan yang berkedudukan sebagai seorang istri mempunyai kewenangan khusus. Kewenangan khusus tersebut adalah bertanggung jawab dalam urusan keluarga,antara lain memasak, menyusun menu makanan sehari-hari, dan mengasuh anak. Perempuan Banjar sebagai seorang istri berusahan membaktikan dirinya kepada suami. Jika suaminya berada di rumah, ia wajib melayani suamiya. Menurut adat, istri tidak boleh makan sebelum suaminya selesai makan. Tabu pula baginya untuk mempergunjingkan segala aib suaminya yang menurut kepercayaan dapat membuat perempuan tersebut ketulahan (kena tulah dan sukar mendapat rezeki). Budaya Banjar mengajarkan untuk menjunjung tinggi prinsip ahlakul karimah dalam menjalankan kehidupan bersosial. Prinsip-prinsip ahlakul karimah menjadikan seseorang bersikap santun dan dapat menghargai orang lain yang berbeda. Implikasi prinsip-prinsip ahlakul karimah dalam kehidupan perkawinan adalah perilaku yang santun dan saling menghargai antara suami dan istri serta menerapkan prinsip-prinsip keagaaman dalam menjalankan rumah tangga (Hidayat, 2013). Selain itu terdapat tradisi-tradisi yang diterapkan dalam budaya Banjar yang diungkapkan oleh Abdussami (2009), diantaranya adalah tradisi musyawarah, tradisi gotong royong. tradisi persamaan, dan tradisi kebebasan.(hlm.363-364)


<iframe src="https://docs.google.com/document/d/11vp0bLLqiVAIhTefOP_CflSPhG0RW5K6cVIltSZQiGU/pub?embedded=true"></iframe>


Judul : ANALISIS ASAL MULA ARSITEKTUR BANJAR STUDI KASUS : ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH BUBUNGAN TINGGI
Penulis : Ira Mentayani
Jumlah halaman : 12
               Penelitian ini bertujuan untuk menemukenali asal mula arsitektur tradisional Masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan. Dengan metode analisis deskriptif berdasar literatur yang ada dan bukti empiris, maka dapat ditemukankenali asal mula arsitektur Masyarakat Banjar. Arsitektur yang diangkat sebagai perbandingan adalah arsitektur tradisional Rumah Bubungan Tinggi. Rumah Bubungan Tinggi adalah arsitektur tradisional Masyarakat Banjar yang berasal dari arsitektur masyarakat Melayu yang ada di pesisir, yang telah terbentuk jauh sebelum terbentuknya Masyarakat Banjar. Dalam perkembangannya, kebudayaan Suku Dayak dan Jawa, serta ajaran Islam turut pula mempengaruhi. Secara fisik, kondisi lingkungan alam menjadi faktor utama bentuk/wujud fisik.
 

responding paper suku tengger

A. Asal usul Orang Tengger
Masyarakat Tengger yang dimaksud disini adalah masyarakat yang berada diwilayah pegunungan Tengger, berada di  sebelah utara gunung Semeru dan masuk ke dalam daerah Purbalinggo, Pasuruan, Malang dan Lumanjang. Masyarakat Tengger di sebut “Wong Tengge” yang memiliki adat istiadat atau faham kepercayaan tersendiri. Menurut sebagian kepercayaan masyarakat Tengger, namanya diambil dari dua orang suami isteri yang merupakan cikal bakal penduduk Tengger yang menetap di suatu tempat antara gunung Bromo dan Semeru, isteri bandsawan itu melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik rupawan yang di beri nama Roro Anteng. Tidak jauh dari tempat itu, tinggalah seorang pendeta dengan isterinya, isteri pendeta itu melahirkan seorang laki-laki yang bagus rupanya dan sehat tubuhnya (seger) karena itu diberi nama Joko Seger dan menjadi pemuda yang tampan. Keduanya akhirnya mengikat perkawinan dan kemudian membuka kampung baru, kampung itu diberi nama Tengger. Dari nama Roro Anteng untuk awalan “Teng” dan dari Joko Seger yang diambil untuk akhiran “Ger”.

B. Pandangan hidup, kepercayaan orang Tengger
Kepercayaan mereka terlihat pada unsur  animisme, yakni adanya roh-roh yang memiliki kekuatan  karena itulah mereka membuat berbagai upcara dan sesajian. Kepercayaan masyarakat Tengger diantaranya :
a)     Animisme
Animisme berasal dari kata anima yang artinya roh, nyawa, badan halus. Ialah salah satu kepercayaan yang meyakini adanya kekuatan roh atau makhluk halus yang mengelilinginya. Roh nenek moyang bagi masyarakat Tengger mempunyai kedudukan penting, roh nenek moyang dari anak cucu yang masih hidup.
b)     Konsep tentang Tuhan
Di dalam agama BudhaTengger tidak ditemukan suatu konsep tunggal tentang Tuhan dandewa-dewa. Menurut agamaBudha Tengger untuk daerah sekitar Ngidasari, pengertian tentang dewa Trimurti ialah Sang Hyang Betoro Guru, Sang Hyang Betoro Wisnu dan Sang Hyang Betoro Siwo. Tetapi dari ketiga nama dewa tersebut terdapat dewa tertinggi yang dinamakan Sang Hyang Wiseso atau Sang Hyang Tunggal. Sedangkan Sang Hyang yang diucapkan dalam semedi ialah Gusti yang Maha  Agung atau Sang Hyang Widi.
c)     Sembahyang dan Semedi
Di samping melaksanakan sesaji dan upacara selamatan agama Budha Tengger mengenal pula tata cara sembahyang yang ia sebut semedi. Praktek semedi bisa dilakukan dirumah, sanggar pemujaan, tempat-tempat sepi seperti gunung, gua dan sebagainya.
d)     Konsep Alam
Di samping alam yang terlihat nyata, mereka pun mempercayai alam lain dibalik kehidupanyang terlihat ini. Para dewata dalam pandangan mereka ditempatkan di Suralaya, suatu tempat tertinggi yang dianggap suci.

C.    Ritus dan upacara keagamaan masyarakat Tengger
1.     Hari Raya Karo
Hari raya Karo adalah hari raya pemeluk agama Budha Tengger yang dirayakan bersama-sama secara besar-besaran dan diadakan pada pertengahan bulan Karo (bulan kedua) setiap tahun. Upacara dilaksanakan selama 7 hari, selama itu mereka saling kunjung mengunjungi untuk mempererat tali persaudaraan yang disebutnya dengan istilah sambung batin. Tujuan upacara Karo ialah memohon selamat untuk penghormatan kepada bapak dan ibu, karena dengan perantara keduanyalah Tuhan telah menyebarkan bibit manusia. Upacara ini dipimpin oleh dukun.


2.     Hari raya Kesodo
Hari raya Kesodo adalah hari raya yang diadakan oleh masyarakat Tengger pada bulan ke 12 (saddo) pada pertengahan bulan. Upacara Kesodo menempati tempat yang khusus di hati masyarakat Tengger. Mereka percaya, jika mereka tidak turut merayakannya kehidupannya tidak akan tentram. Sebaliknya jika mereka melaksanakan upacara tersebut maka hidupnya akan selamat dan dimurahkan rejeki, karena itu jauh-jauh hari dari sebelumnya mereka telah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan.

D. Upacara kelahiran, perkawinan dan kematian dalam suku Tengger
Upacara Kelahiran
Upacara ini merupakan rangkaian dari enam macam upacara yang berkaitan. Pertama, ketika bayi yang berada dalam kandungan telah berumur tujuh bulan, yang bersangkutan mengadakan selamtan nyayut atau upacara sesayut. Maksud upacara adalah agar bayi lahir dengan selamat dan lancar. Setelah bayi lahir dengan selamat yang bersangkutan mengadakan upacara sekul brokohan. Ari-ari bayi yang mereka sebut batur ‘teman’ disimpan dalam tempurung, kemudian ditaruh di sanggar.
Upacara Perkawinan
Orang Tengger dilaksanakan berdasarkan perhitungan waktu yang ditentukan oleh dukun yang harus sesuai dengan saptawara atau pancawara kedua calon pengantin. Selain menggunakan perhitungan saptawara dan pancawara, dukun juga menggunakan perhitungan nasih berdasarkan sandang (pakaian), pangan (makanan), lara (sakit), dan pati (kematian). Hari perkawinan harus menghindari lara dan pati. Jika terpaksa jatuh pada lara dan pati, harus dan di adakan upacara ngepras, yaitu membuat sajian yang telah diberi mantra oleh dukun dan kemudian dikurbankan. Agar tetap selamat, mereka yang hari perkawinannya jatuh pada lara dan pati harus melaksanakan upacara ngepras setiap tahun.
                                                                                          

Upacara Kematian
Diselenggarakan secara gotong royong. Para tetangga memberi bantuan perlengkapan dan keperluan untuk upacara penguburan. Bantuan spontanitas tersebut berupa tenaga, uang, beras, kain kafan, gula, dan lain-lain yang disebut nglawuh. Setelah dimandikan mayat diletakkan di atas balai-balai kemudian dukun memercikkan air suci dari prasen kepada jenazah sambil mengucapkan doa kematian.

E.    Interaksi kepercayaan Orang Tengger dengan agama-agama lain
Sekarang ini agama Hindu makin berkembang di Tengger. Sebagian besar pemuka adat Tengger mendukung diberikannya pelajaran agama Hindu di Sekolah Dasar. Maraknya revitalisasi Hindu Tengger berawal, ketika pada tahun 1979 rombongan pertama guru agama dari Bali tiba di Tengger. Rombongan ini membentuk kelas-kelas baru untuk anak-anak dan orang dewasa, dan mengajar generasi muda Tengger membaca doa-doa dalam bahasa Sansekerta.
Menjelang tahun 1980 ketika pembaharuan Hindu di Tengger makin agresif, muncul kontroversi di antara para dukun Tengger. Hampir separuh dari dukun Tengger masih menentang gerakan tersebut dan mencurigainya sebagai pembangkang tradisi Tengger, bahkan di antara para pemuka pembaharuan pun terjadi perdebatan pendapat yang serius yang mengakibatkan perbedaan kebijakan yang radikal atas pelestarian peribadatan para dukun.15 Untunglah, suasana kehidupan yang beraroma konflik tersebut tidak berlangsung lama. Kebijakan pemerintah melestarikan kebudayaan lokal dan nasional, mampu meredakan kontroversi yang disinggung Hefner.

Kepedulian dan bantuan pemerintah kepada orang Tengger pada perayaan Kasada menunjukkan bahwa pemerintah sangat berkepentingan dengan kelestarian adat Tengger. Para pemuka pembaharuan menyadari dan memahami perkembangan tersebut. Agama Hindu dan adat Tengger bangkit bersama-sama.

Jumat, 02 Juni 2017

kumpulan e-book dan jurnal suku mandar

Judul : Kebudayaan Bahari Mandar Mengarungi Gelombang Perubahan zaman Nama Penulis : Muhammad Ridwan Alimuddin Jumlah Halaman : 54 Halaman Summary Jejak baharí Mandar di Kampung Pambusuang Kampung ini terletak di pantai Teluk Mandar. Jangan bayangkan di sana terdapat sisa kerajaan besar, seperti istana raja atau benteng lengkap dengan meriam seperti di Makassar (Kerajaan Gowa-Tallo). Sebagaimana disebut sebelumnya, sifat bahari Mandar bukan bertumpu pada kemegahan melainkan kesahajaan. OIeh karena ¡tu, jejak kebudayaan baharí Mandar di kampung ini terlihat pada gaya hidup sehari-sehari warga Kampung Pambusuang. Tanah di sekitar Kampung Pambusuang berbukit-bukit dan relative gundul. Jutaan tahun yang silam, bukit itu terangkat dan dasar laut akibat proses tektonik. Tak heranjika sekarang di perhukitan itu banyak ditemui cangkang kerang dan batu karang. Dalam kondisi tanah semacam itu, wajarlah jika penduduk di kawasan Kampung Pambusuang lebih memilih menangkap ikan daripada bertani. Pekerjaan yang biasanya dilakukan di bawah adalah menenun sarung sutera (dikerjakan oleh para isterl ketika suami melaut),” mencuci dan menggarami ikan. Bagian ini biasanya juga menjadi tempat penyimpanan peralatan penangkap ikan. Pada siang hari kolong rumah biasanya dipakai sebagai tempat berangin-angin menghindari panas di dalam rumah. Judul : Sandeq dan Roppo ( Kearifan Lokal Suku Mandar ) Nama Penulis : Rarasrum Dyah Kasitowati Jumlah Halaman : 68 halaman Summary : Di Indonesia terdapat banyak suku bangsa yang mendiami daerah pegunungan dan pesisir. Suku-suku tersebut memiliki aturan, kegiatan, dan kebijakan tersendiri dalam mempertahankan keberlanjutan kehidupan di wilayah yang mereka diami. Hal-hal yang berkaitan dengan aturan, kegiatan, kebijakan, moral ataupun etika yang dimiliki oleh setiap suku sering disebut sebagai kearifan lokal. Suku Mandar adalah salah satu suku yang menetap di Pulau Sulawesi bagian barat. Dibandingkan suku-suku laut lain, suku Mandar dikenal sebagai possasiq, atau pelaut-pelaut yang tangguh (Halim, 2007). Pelras (2006) juga mengatakan bahwa orang Mandar adalah pelaut ulung. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perahu Sandeq dan roppo yang mereka gunakan untuk menangkap kan. Sandeq merupakan Judul : TINJAUAN PAKAIAN AAT SULAWESI SELATAN (Studi Komparatif Baju Bodo Suku Bugis-Makassar-Mandar) Nama Penulis : Hariana Jumlah Halaman : 95 Halaman Summary Deskripsi Bentuk (Morfologi) Pakaian Adat Baju Bodo Suku Bugis, Makassar, dan Mandar Mandar  Untuk hiasan kepala, sanggul letaknya agak rendah dihiasi tusuk sanggul emas dan kembang goyang. Bagian pelipis kanan diselipkan rangkaian kembang goyang. Sederet bunga serampa dan bunga seruni menghiasi seputar sanggul.  Perhiasan yaitu: Kalung emas panjang, giwang (liontin), gelang besar masing-masing lima buah di tangan kanan- kiri, memakai ikat pinggang.  Baju Bodo berlengan tiga perempat, terbuat dan serat nenas/sutera yang tidak tembus pandang, pinggirnya dihiasi dengan mata uang emas. Panjang baju sebatas panggul atau melewati panggul.  Sarung (lipa) terbuat dan sutera berwarna hitam atau putih. Ciri khas sarung motif kotak- kotak dengan pita warna emas pada gais-gaisna. Menggunakan alas kaki berupa selop atau sepatu pantovel berwana hitam.

Senin, 29 Mei 2017

responding paper suku Trunyan

A.    Asal-usul Suku Trunyan (Bali Aga).
Trunyan berasal dari kata Taru Menyan, Taru yang berarti pohon dan Menyan berarti wangi atau harum yang sekarang ini menjadi pohon besar yang menjadi perkuburan adat masyarakat Trunyan. Pohon ini dipercaya mempunyai wangi yang semerbab yang membuat jenazah-jenazah yang diletakkan di sekitar pohon tersebut tidak mengeluarkan bau menyengat. Semuai itu dimulai dari kisah dahulu di kerajaan Surakarta di pulau jawa, tercium bau harum yang berhasil menarik perhatian dari 4 bersudara, pangeran dan putri kerajaan Surakarta. Bau harum tersebut telah berhasil menarik perhatian 4 bersaudara tersebut untuk memutuskan pergi mengembara, mereka terdiri dari 3 orang pangeran dan 1 orang putri.
Menurut penelitian oleh Jemes D, untuk mengetahui sejarah Desa Trunyan sulit sekali. Semua itu disebabkan karena peninggalannya berupa tulisan yang hanya berupa beberapa prasasti, yang kini disimpan di pelinggih (bangunan suci tempat persemayaman dewa). Desa Trunyan, Kedisan, dan desa Abang Dukuh ketiga desa ini terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupateng Bungli Provinsi Bali. Terkait dengan tiga desa tersebut karena mempunyai cerita yang runtut dalam pembentukannya, yang di ceritakan dari pengembaraan empat orang putra Raja Surakarta ke Bali untuk mencari bau harum yang menyengat. Namun disini akan lebih dijelaskan bagaimana desa Trunyan di Provinsi Bali tersebut.
Masyarakat Bali Aga adalah kelompok masyarakat yang mendiami wilayah pegunungan dan merupakan masyarakat yang sulit ditundukkan pada saat Kerajaan Majapahit menguasai Bali. Kesulitan Majapahit dalam menundukkan Bali karena mendapat perlawanan dari masyarakat Bali Aga yang dapat dirasakan oleh Raja Sri Kresna Kapakisan, yang ditempatkan oleh Gajah Mada untuk memerintah di Bali.


B.     Mite, Adat Kebudayaan dan Ritual
1.  Mite Tentang Dewi yang Turun Dari Langit.
Dahulu ada seorang Dewi yang terpesona oleh bau harum, yang datang dari suatumtempat dibumi, telah turun dari langit untuk mencari sumber bau harum itu. Setelah mencari-cari beberapa waktu lamanya, akhirnya ia tiba ditemp[at bau harum itu berasal. Bau harum tersebut, ternyata keluar dari pohon Taru Menyan (pohon Menyan/benzoin). Sejak itu, tempat itu dinamakan Trunyan, yang berasal dari kata  taru dan menyan
2.  Adat Kebudayaan di suku Trunyan
Berikut data yang dapat kami paparkan tentang beberapa adat kebudayaan yang terdapat di suku Trunyan. Sebagai berikut:
a.       Arsitek Adat Desa Trunyan
Letak Desa Trunyan berada di seblah timur danau Batur, maka orientasi masa-masa bangunannya mengarah ke danau juga. Dalam filosofi bangunan Bali Aga, bangunannya mengarah ke dataran rendah, dalam hal ini adalah danau itu sendiri, sedangkan belakangnya berupa pegunungan. Pola desanya berbentuk grid karena bangunannya kearah danau, sehingga disepanjang pesisir bangunannya menghadap ke arah danau.
Untuk arsitek yang berada di Desa Trunyan sangat berbeda dengan arsitektur-arsitektur ditempat lain. Jika ditempat lain dalam satu pekarangan hanya terdapat satu kepala keluarga akan tetapi berbeda dengan desa Trunyan dimana di dalam satu pekarangan terdapat banyak kepala keluarga dimana dalam satu kepala keluarga memiliki satu bangunan atau rumah dalam satu pekarangan tersebut. Rumah tersebut dinamai bale saka roras, dimana dalam satu bangunan terdapat beberapa ruangan yang disesuaikan dengan pembagian dari saka-saka tersebut.
Di dalam ruang tersebut semua kegiatan dilakukan di dalam ruangan. Mulai dari memasak, makan dan tidur serta berkumpul dengan keluarga
 Desa Trunyan itu di dalam satu pekarangan terdapat banyak kepala keluarga dimana dalam satu kepala keluarga memiliki satu bangunan atau rumah dalam satu pekarangan tersebut. Rumah tersebut dinamai bale saka roras, dimana dalam satu bangunan terdapat beberapa ruangan yang disesuaikan dengan pembagian dari saka-saka tersebut. Di dalam ruang tersebut semua kegiatan dilakukan di dalam ruangan. Mulai dari memasak, makan dan tidur serta berkumpul dengan keluarga.
Desa Trunyan memiliki pemakaman yang unik, yang berbeda dengan Bali pada umumnya, yang dikenal dengan Ngaben. Namun, ini berbeda halnya dengan suku Trunyan. Orang yang meninggal bukan dibakar atau dimakamkan, melainkan dibiarkan membusuk ditanah membentuk cekungan panjang.
Ø   Pementasan Barong Brutuk
Wajah barongnya menggunakan  seperti topeng primitive, dipakaikan kepada seorang remaja dengan pakaian dari daun pisang kering. Tokoh pada Barong Brutuk seseorang berfungsi sebagai raja, kemudian ratu, kakak sang ratu dan patih, selebihnya menjadi anggota biasa (unen-unen), dipentaskan pada siang hari, tepat saat mulai odalan di Pura Pancering Jagat , upacara odalan tersebut biasannya selama tiga hari berturut-turut. Dalam ritual desa Trunyan yang membedakan dengan ritual suku-suku yang ada di Bali hanya dilihat dari bentuk pemakamannya. Umumnya dikubur atau dengan Ngaben tapi di Trunyan hanya diletakkan di bawah pohon saja.


C.    Religi, Tempat dan Upacara Keagamaan
Religi orang Trunya adalah suatu variant, atau salah satu versi yang berbeda dari agama Hindu Bali, yang dapat disebut sebagai agama Hindhu Bali Trunyan, yang selanjutnya merupakan sebagian dari agama Hindhu Dharma, yang telah diakui sebagai salah satu agama resmi di Indonesia.
Agama Hindhu Trunyan dapat disebut sebagai Variant (versi berbeda) dari Agama Hindhu Bali, karena agama tersebut pada dasarnya jika dibandingkan dengan Agama Hindhu bali, masih banyak berlandaskan kepada kepercayaan yang berdasarkan kepada pemujaan Roh leluhur. Liturgy Hindhu Bali misalnya dipergunakan disana bukan untuk memuja dewa-dewa Hindhu, yang berasal dari India seperti Siwa, Wisnu, dan Brahma, melainkan untuk Dewa-dewa pribumi Trunyan, yang asalnya adalah leluhur mereka sendiri, seperti Ratu Sakti Pancering Jagat., permaisurinya selirnya, pendetanya, para menterinya, panglima perangnya, dan anak-anaknya.
Ø  Upacara Keagaman Di Trunyan
Upacara keagamaan di Trunyan dapat dibagi menjadi lima jenis:
1)      Dewa Yadnya. Biasa disebut dengan Odalan, yang bertujuan untuk mengambil hati dewa yang diupacarakan. hampir stiap bulan  ada upacara ini. Salah satunya adalah upacara Saba Gede yang dilakukan pada saat Tilem Kesanga dan Odalan Ratu Pingit Dalem pada saat purnama Sadha.
2)       Pitra Yadnya. Upacara yang dilakukan untuk para leluhur dan para kerabat, juga apabila an.
3)       Resi Yadnya, upacara yang dilakukan untuk pentahbisan pendeta
4)      Buta Yadnya, upacara yang dilakukan untuk para buta kala, biasa juga disebut dengan Mecaru
5)      Manusia Yadnya, upacara yang dilakukan untuk manusia yang masih hidup. Misalnya upacara ulang tahun otonan yang berlangsung enam bulan sekali.
Dalam kebudayaan orang Trunyan, jika seseoran tidak dalam keadaan sebel maka bisa dikatakan bahwa upacara-upacara yang rutin akan dilakukan setiap lima belas hari sekali. Dari  kelima jenis upacara diatas hanya upacara Odalan, Mecaru dan Otonan yang dapat dikatakan sebagai upacara rutin.
Hindu Trunyan tidak memiliki hari raya yang sama dengan Hindu di Bali pada umumnya. Hari-hari raya seperti galangan, kunigan, ciwartri, saraswatri, dan pagerwesi, tidak dirayakan. Bahkan nyepi pun tidak. Jika diantara mereka melakukan amati geni pada saat nyepi bukan karena mereka merayakan tatapi karena takut tidak disebut sebagai orang Hindu oleh orang Hindu Bali fanatik. Hari dimana upacara seba gede dilakukan bisa dikatakan sebagai hari raya yagn terbesar bagi orang Trunyan, selain itu hair pelaksanaannya bertepatan dengan hari raya nyepi.
Ø  Sistem kepercayaaan orang Trunyam
Kepercayaan yang menghubungkan dengan sistem kepercayaan orang Trunyan adalah kepercayaan mengenai: 1) dunia gaib, 2) dewa-dewa, 3) makhluk-makhluk halus, 4) roh peribadi dan roh leluhur, 5) kekuatan sakti, 6)  kepercayaan mengenai penyakit dan kematia, 7) kepercayaan mengenai hidup dan hidup setelah mati, 8) kesusteraan suci.

  Dunia Gaib
Orang sadar trunyan sdadar bahwa dirinya terdiri dari dua aspek, yaitu dunia yang nyata dan dunia yang tidak tampak. Yang terakhir ini adalah yang berhubungan dengan sistem kepercayaanya. Dunia berada diluar jangkauan panca indera dan diluar batas akalnya. Didalam aspek dunia kedua inilah terdapat berbagai mahkluk halus dan kekuatan sakti, yang taidak dapat dikuasai manusia secara biasa. Dan karena kebanyakan orang Trunyam tergolong tidak mempunyai ilmu gaib untuk menghadaoi mahkluk-mahkluk halus tersebut, maka jalan yang ditempuh untuk menghadaoi mahkluk-mahkluk halus tersebutadalah dengan mengambil hati mereka serta menyembahnya, maksud penyembahan yang mereka lakukan adalah agar mahkluk-mahkluk gaib tersbut menjadi senang dan melindungi mereka serta membantu kehidupan orang Trunyan.



  Dewa-Dewa
Jumlah dewa-dewa orang Trunyan sangat banyak dan ada susunannya. Kebanyakan dari mereka itu mempunyai tempat persemayaman (pelinggih) tersendiri di dalam kuil utama Trunyan, Bali desa pancering Jagat Bali.
Dewa-dewa di Trunyan dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan beberapa macam kriteria, diantarnya sebagai berikut:
A.     Berdasarkan hubungannya dengan raja dewanya (Ratu Sakti Pancering Jagat) Dalam kriteria ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
1.      Dalam hubungan kekerabatan.
Dewa-dewa yang tergolong kerabat dewa tertinggi Trunyan adalah Ratu
Ayu Pinyit Dalam Dasar, yang merupakan permaisurinya, Ratu Ayu
Mekulem, merupakan istrinya yang lain, dan Ratu Gede Dalam Dasar, yang
merupakan putra tertuanya dari hasil perkawinannya dengan perrmain suri.
2.      Dalam hubungan pemerintahan.
Dewa-dewa yang tergolong dalam pemerintahan kerajan Ratu Sakti Pancering Jagat antara lain: Ratu Sakti Gunung Agung, yang mengurus mencarikan dana bagi perayaannya; Ratu Sakti Meduwe Gama Ujung Sari, yangmegurus pembuatan awig-awig (undang-undang); Ratu Sakti Pujangga Lueh, yang bertugas sebagai pendeta kerajaan, yangmengurus hal keagamaan dan pembuatan tirtha (air suci); Ratu Sakti Meduwe Raja, yang bertugas sebagai sekretarisnya; Ratu Ayu Manik Surat Mepura Kangin dan Ratu Ayu Manik Sutra Mepura Kaoh, dua orang dewa kembar yang bertuga mengawasi tingkah para pesuruh desa yaitu para buta kala; Betara Kaler, yang bertugas sebagai panglimanya; Ratu Wayan Purus Mandi,yang bertugas sebagai jaksa kerajaan; dan Ratu Wayan Besang Bedel, yang bertugas sebagai hakim kerajaannya.
B.     Berdasarkan perbedaan lokasi pelinggihnya.
Berdasarkan lokasi pelinggihnya, dewa-dewa di Trunyan dapat pula dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1.       Berada di desa induk Trunyan (Belongan Trunyan)
Dewa-dewa dari golongan pertama ini adalah mereka yang merupakan kerabat dan para menteri dewa tertinggi Trunyan. Dewa-dewa ini bersemayam di dalam kuil utama Trunyan, Bali desa Pancering Jagat Bali.
2.      Berada di tempek-tempek
Para dewa dari golongan kedua ini adalah mereka yang hanya dipuja penduduk desa tertentu dan warga dadia tertentu. Contohnya yang  pelinggih-pelinggihnya berada di pura bunut yang terletak di tempek. Para dewa tersebut tidak dipuja oleh seluruh penduduk Trunyan, melainkan asli tempek tersebut.
C.    Berdasarkan jumlah pemujanya.
Dewa-dewa Trunyan dapat pula dibagi menjadi dua golongan berdasarkan jumlah pemujanya, yaitu desa atau Dadia  (klen kecil patrineal). Dewa-dewa golongan pertama adalah mereka yang merupakan kerabat serta pembantu (menteri) dewa tertinggi Trunyan dan bersemayam didalam kuil utama Trunyan. Dewa-dewa golingan kedua adalah mereka yang merupakan leluhur masing-masing Dadia, dan bersemayam di sanggh dadia-dadia masing-masing.
Para dewa Trunyan sebagian besar bersifat pengasih dan selalu melindungi penduduk Trunyan, dan sebagian kecil bersifat suka menghukum. Ada satu dwa yang tidak mempunyai pelinggih khusus, yaitu Empu Rare atau Kumara. Tugas dewa tersebut adalah menjaga seorang anak bayi yang baru lahir, sampai usia 12 bulan. Dewa ini hanya dipuja jika sebuah rumah tanggal kelahiran seorang anak bayi.
Dewa-dewa di Trunyan juga mempunyai lambang suci yang disimpan di dalam pelinggih-pelinggih masing-masing. Lambang tersebut dapat dibagi dua, yaitu yang pertama disebut pertima, yang dibuat manusia, dan yang kedua yang disebut piturun, diyakini oleh orang Trunyan diturunkan langsung dari langit oleh dewa yang bersangkutan.

  Mahkluk-Makhluk Halus
Selain para dewa, orang Trunyan juga yakin bahwa didunia alam gaib ada mahkluk halus seperti Buta Kala, Anak diPeteng, Jin, bintang-bintang gaib dan lain sebagainya.
1.       Buta kala adalah roh halus yang bukan berasal dari manusia. Kedudukannya masih lebih rendah dari para dewa. Karena mereka merupakan pesuru-pesuruh dewa. Buta kala berbeda dengan para dewa karena sifatnya yang bermusuhan dengan manusia, selalu mengganggu manusia. Mereka akan berhenti mengganggu manusia jika diberi sesajian khusus yaitu yang disebut caru. Tempat tinggal para buta kala ini disekita bali Desa Pancering Jagat Bali. Didalam Bali Desa mereka berada terutama dibawah pohon beringan yang terletak  di kompleks Kemulan Kangin dan pohon nangka tua di Tinggkih tengah. Buta kala sering menampakkan diri dalam bentuk raksasa atau seekor kuda.
2.       Mahkluk halus yang disebut anak di peteng ada tiga macam, yaitu: hantu, nyama pat (empat saudara), jim dan roh anak kecil.
a.       Hantu adalah roh manusia Trunyan, yang oleh kerabatnya yang masih hidup, belum juga di-aben-kan walaupun ia sudah lama meninggalkan badan kasarnya. Roh-roh semacam ini menjadi jahat karena kesal tidak dapat melepaskan diri dari kehidupannya yang lama. Menurut kepercayaan orang Trunyan, roh-roh yang dapat menjadi hantu hanyalah roh-roh yang pada waktu meninggalnya telah menikah dan juga mati secara tidak wajar. Hal ini disebabkan karena mereka termasuk roh yang paling “kotor” (sebel), sehingga selama belum melalui upacara pembersihan serta pengabenan harus bertempat tingal di tempat paling kotor.
b.      Nyama Pat adalah roh-roh empat saudara seorang anak bayi Trunyan, sewaktu masih dalam rahin ibunya. Empat saudara tersebut adalah yeh nyem (air tuban), getih (darah), ari-ari(placenta), dan tali pusat.
c.       Jim mungkin berasal dari kata jin. Penampilan roh ini berupa seorang perempuan atau lelaki. Roh ini dibedakan dari hantu, karena bukan berasal dari orang Trunyan. Tempat kediaman jim ini di jalan Batu Gede.roh terakhir yang temasuk dalam kategori anak di peteng adalah roh-roh anak kecil, yang sering menampilkan diri di jalan megalitik batu gede, yaitu dibagian yang berada tepat di atas setra nguda (tempat pemakaman anak kecil dan teruna/debunga). Mereka ini tidak bersifat jahat, hanya suka meminta makan, maka orang yang lewat dijalan tersebut harus memberi sajian.
3.       Didalam kepercayaan orang-orang Trunyan ada pula bintang-binatang gaib yang disebut Druwe, dan dianggap sebagai piaraan dewa. Bintang-binatang gaib yang termasuk dalam kategori ini adalah naga bersisik dan berjengger emas, ular, kelelawar dan harimau. Naga ini tunggangan Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar dan putranya yang bernama Ratu Gede Dalam Dasar. Upacara mekelem, yaitu memberi sajian dengan menenggelemkannya kedalam danau untuk para piaraan dewa tersebut. Naga ini ada kalanya bermain di dalam penaleman (bagian kuil utama Trunyan yang tersuci).

  Roh Pribadi Dan Roh Leluhur
Orang Trunyan juga membedakan badan kasar degnan badan halus, jika badan kasar dapat lenyap setelah orang yang memilikinya meninggal, maka badan halusnya atau rohnya tidak.
Roh  manusia adalah abadi, dan roh tersebut akan terus kembali menitis ketubuk kasar orang se-dadia-nya. Penitisan terus-menerus suatu roh didalam suatu dadia dari generasi kegenrasi yang lain, menyebabkan orang Trunyan tidak berani menyakiti anak dan keturunannya. Dan setiap orang Trunyan harus menghormati tubuh halusnya, karena jiwa yang bersemayam di dalam tubuh pribadinya adalah roh dari salah seorang leluhur mereka. Roh-roh leluhur yang menitis kembali pada orang Trunyan ada kalanya berasal dari mereka yang sudah mempunyai kedudukan sebagai dewa. Roh-roh leluhur yang telah mencapai tinggakat kedewan in jika menitis selalu kedalam tubuh anak-anak kembar dua. Anak kembar dua yang berkelamin sama disebut kembar patuh, Anak kembar dua yang berbeda jenis kelami disebut kembar buncing, dan kembar tiga atau lebih disebut kembar telu. Dengan kelahiran anak kembar ini bukan saja keluarga yang melahirkan berada dalam keadaan sebel, yaitu muharram, tetapi seluruh desa Trunyan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam masalah kelahiran anak kembar di Trunyan adalah mengenai dualisme, yaitu disatu pihak ia dianggap sial, tetapi dipihak lain ia diangga sebagai keberuntungan.
Anak-anak kembar jika dapat hidup, selama hidupnya dianggap suci sehingga mendapat gelar kesucian yaitu: Jero Patuh untuk Kembar Patuh, Jero Salit untuk Kembar Buncing, dan Jero Telu untuk kembar tiga.

  Kekuatan Sakti
Orang Trunyan seperti hanya bangsa-bangsa di sunia ini juga mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib dalam gejala-gejala yang luar biasa. Gejala-gejala dan hal-hal yan gluar biasa tersebut dapat berupa gejala-gejala alam, tokoh-tokoh manusia, bagian-bagian tubuh manusia, bintang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda dan lain sebagainya.
Gejala-gejala yang orang Trunyan anggap mempunyai tenaga gaib adalah angin, yang bertiup dari arah barat laut, yaitu dari arah desa Songan. Angi tersebut disebut angin Gering, yang berarti angin penyakit.
Tokoh-tokoh manusia yang dianggap mempunyai kekuatan tenaga gaib adalah para balian di Trunyan, karena mereka mempunyai tenaga untuk menguasai tenaga alam seperti hujan, untuk mencelakai orang dengan cara gaib, atau menyembuhkan orang sakit. Guru Parbawi misalnya, seorang balian terkemuka yang dapat mendatangkan dan mengusir hujan.

  Kepercayaan Mengenai Penyakit Dan Kematian
Penyakit bagi orang Trunyam sangat erat kaitannya dengan alam gaib, menurut mereka penyebab utama dari suatu penyakit adalah anak di peteng (roh jahat). Manusia yang terbentur anak di peteng maka akan sakit. Sakit juga disebabkan roh pribadi si sakit marah, biasanya ini disebbkan hari lahirnya tidak diupacarakan (otonan). Selain dua sebab diatas peran balian pengiwa yang dapat mengerahkan roh-roh jahat juga diyakini dapat menjadi sebab dari suatu penyakit.
Seseorang yang meninggal dalam kepercayaan Trunyan akan dimakamkan sesuai dengan kondisi kematiannya. Ada dua macam jenis pemakaman di Trunyan. Yaitu exposure dan inhumation. Oleh karena itu di desa Trunyan disediakan tiga tempat pemakaman: (1) Sema Wayah, dipergunakan untuk pemakaman mepasah (exposure). (2) Sema Bantas, dipergunakan bagi pemakaman dengan penguburan. (3) Sema Nguda, dipergunakan bagi kedua jenis penguburan.
Eskatologi orang Trunyan menyakini adanya surga. Orang-orang yang meninggal dalam keadaan belum kawin atau anak-anak akan langsung masuk surga. Sedangkan yang lainnya setelah meninggal akan gentayangan menunggu jenazahnya diabenkan. Setelah itu baru bisa menitis kembali. Jika tidak diabenkan ia mengganggu kerabatnya. Uniknya orang Trunyan lebih memilih menitis kembali dari pada masuk kedalam surga.

  Kesusasteraan Suci
Seperti juga bangsa-bangsa di dunia, orang Trunyan juga mempunyai kesusasteraan suci atau mite (myth). Mite tersbut adalah: mite tentang dewi yang turun dari langit, dan legenda tentang anak-anak dalem solo yang mengembara mencari sumber bau-bauan harum.
D.    Upacara Kematian dan Pemakaman Trunyan
Terkait dengan kepercayaan orang Trunyan mengenai kematian, maka cara pemakaman orang Trunyan ada 2 macam yaitu:
1.      Mepasah (meletakkan jenazah diatas tanah dibawah udara terbuka), orang-orang yang dimakamkan dengan cara mepasah adalah mereka yang pada waktu matinya termasuk orang-orang yang telah berumah tangga, orang-orang yang masih bujangan dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal.Jumlah liang lahat di area kuburan utama ada sekitar 7 ancak saji atau liang yang digunakan secara bergantian untuk tiap jenasah. Jika semua liang terisi, sementara ada warga yang harus dimakamkan, maka salah satu rangka jenasah dalam liang harus diangkat dan diletakkan di sekitar liang.
2.      Dikubur/dikebumikan, orang-orang yang dikebumikan setelah meninggal adalah mereka yang cacat tubuhnya, atau pada saat mati terdapat luka yang belum sembuh seperti misalnya terjadi pada tubuh penderita penyakit cacar, lepra dan lainnya. Orang-orang yang mati dengan tidak wajar seperti dibunuh atau bunuh diri juga dikubur. Anak-anak kecil yang gigi susunya belum tanggal juga dikubur saat meninggal.
Desa Trunyan yang merupakan salah satu wilayah dihuni oleh Suku Bali Aga atau Bali Mula yang masih teguh memegang kepercayaan leluhurnya. Bali Aga atau Bali Mula merupakan suku bangsa yang pertama mendiami Pulau Bali. Hingga kini suku Bali Aga dan segala keunikannya masih dapat ditemui salah satunya di Desa Trunyan.
Dalam keseharian masyarakat Bali pada umumnya beragama “Hindu”, bila ada kerabat yang meninggal maka biasanya dilakukan kremasi atau mengubur jenazah tersebut sesuai dengan diajarkan oleh agama Hindu.
Di Desa Trunyan, jenazah tidak dikubur atau dikremasi seperti yang umumnya terjadi di wilayah lainnya, masyarakat Desa Trunyan menyimpan jenazah kerabatnya yang telah meninggal di atas tanah, dengan ditutupi kain dan bambu yang disusun membentuk prisma. Masyarakat desa Trunyan menamakan upacara pemakamannya dengan istilah Mepasah.
Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa dalam mepasah, setelah upacara pembersihan dengan cara dimandikan dengan air hujan, jenazah hanya digeletakan di permukaan tanah. Tempat pembaringan jenazah diberi lobang sekitar 10 hingga 20 cm agar posisi jenazah tidak bergeser akibat kontur tanah pemakaman yang tidak rata.
Kemudian selain bagian wajah, bagian tubuh jenazah dibalut kain berwarna putih. Sebagai penanda, jenazah ditutup dengan bambu yang disusun membentuk prisma yang disebut ancak saji. Yang unik adalah meski pun jenazah diletakan di permukaan tanah, mayat tersebut tidak tercium baunya.
Jenazah tersebut diletakan di antara pohon Taru Menyan, taru berarti pohon dan menyan berarti harum. Kiranya, aroma yang keluar dari pohon taru menyan inilah yang dapat menetralisir udara di sekitarnya.
Pohon yang mengeluarkan aroma khas yang kuat tersebut hanya dapat tumbuh di daerah ini, meskipun telah dicoba ditanam di daerah lain. Keunikan pohon ini agaknya telah menjadi cikal bakal nama desa Trunyan.
Di bawah satu pohon taru menyan, hanya dapat diletakkan maksimal sebelas jenazah. Hal tersebut sudah diatur oleh kepercaan adat setempat. Tetapi ada yang mengatakan bahwa satu pohon taru menyan hanya bisa menetralisir sebelas jenazah, jadi jika lebih dari itu maka jenazah tersebut akan mengeluarkan bau.
Bila ada jenazah yang baru, maka maka satu jenazah yang paling lama akan dipindahkan, ke tempat terbuka, tidak ditutupi dengan kurung ancak saji lagi melainkan disatukan dengan dengan jenazah lainnya dalam tatanan batu atau di bawah pohon.
Maka tidak heran jika di tempat tersebut, terdapat tulang belulang dan barang-barang bekal sesaji seperti sandal, sendok, piring, pakaian, dan lain-lain berserakan di area pemakaman. Hal tersebut memang disengaja karena tidak boleh ada barang yang yang dibawa keluar dari area pemakaman ini.
Tetapi tidak semua jenazah dapat diperlakukan sama seperti yang telah disebutkan. Hanya pada kondisi tertentu saja jenazah dapat dimakamkan seperti ini. Syarat jenazah yang dapat dimakamkan dengan cara tersebut adalah mereka yang pada waktu meninggal termasuk orang-orang yang telah berumah tangga, orang-orang yang masih bujangan dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal, orang-orang yang meninggal dalam keadaan wajar dan tidak terdapat luka yang belum sembuh, serta memiliki bagian tubuh yang lengkap. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, maka jenazah disemayamkan dengan cara dikubur.
Adat Desa Trunyan telah mengatur tata cara pemakaman untuk masyarakatnya. Terdapat tiga jenis sema (makam) yang berada di Desa Trunyan dan telah dibedakan berdasar umur orang yang meninggal, keutuhan bagian-bagian tubuh, dan cara penguburannya.
Area pemakaman pertama disebut sebagai sema wayah, tempat pemakaman yang dianggap paling baik dan paling suci, yaitu ketika jenazah dapat dimakamkan dengan cara mepasah. Jenis pemakaman kedua adalah sema muda, di tempat ini jenazah dikebumikan dengan cara dikubur, diperuntukkan bagi anak-anak atau bayi yang gigi susunya belum tanggal.
Jenis ketiga adalah sema bantas, sama halnya dengan sema muda jenazah dikebumikan dengan cara dikubur, namun diperuntukkan bagi orang-orang yang Ulah Pati dan Salah Pati, yaitu pada saat meninggal masih meninggalkan luka dan penyebab kematiannya tidak wajar seperti kecelakaan, kehilangan nyawa disebabkan oleh tindakan owang lain, kehilangan nyawa karena sengaja, dan ada bagian tubuh yang tidak utuh.
E.     Interaksi Kepercayaan Orang Trunyan Dengan Agama-agama Lain
Dinamika budaya serta perubahan sosial  di Trunyan juga menjadi salah satu bukti interaksi Trunyan terhadap agama-agama lain. Letak Trunyan yang terpencil dari kehidupan orang bali pada umumnya, dan bangsa Indonesia pada lainnya. Biarpun seperti itu desa ini telah lama menjadi perhatian orang luar, terutama dalam penyebaran agama Hindu disana, yang mayoritas di anaut oleh masyarakat Bali. Persentuhan desa Trunyan dengan budaya luar, sebenarnya sudah mulai sejak lama. Namun persentuhan tersebut sebatas pada Hindu Bali saja. Setelah itu, persentuhan yang dibawa dari masa kolonialisasi baik budaya Asia, seperti Jawa, India dan Cina, ternyata tidak berdampak begitu berarti pada perkembangan kepercayaan. Mereka dengan teguh tetap berusaha melestarikan kebudayaan yang dimiliki. Apalagi dewasa ini, Bali secara keseluruhan telah dikenal di mata Internasional menjadi salah satu tujuan wisata. Selain karena keindahan alam laiknya sentuhan agung Tuhan surgawi, juga karena keteguhan penduduknya akan tradisi keagamaan, yang lebih dikenal sebagai “Pulau Dewata”. Dukungan dari pemerintahan untuk pariwisata seperti ini yang menyebabkan tradisi budaya lokal terus digalakan perkembangannya. Dewasa ini, pertumbuhan pembangunan modern sudah sangat nampak di daerah Trunyan. Pembangunan hotel, villa, restoran serta tempat peristirahatan lainnya berkembang pesat. Disamping itu, pembangunan kuil sesembahan, tempat pemujaan juga banyak dibangun. Meski sepertinya ada sangat besar pergeseran nilai yang terjadi seperti pergeseran kehidupan pertanian ke sektor pariwisata, namun pelestarian kebudayaan dan kepercayaan masih terus akan bertahan dan berkembang. .

Selain itu antara etnis Bali dan Etnis Sasak (Islam) juga terjadi interaksi jual beli di pasar tradisional antara pedagang etnis Sasak misalnya (pedagang sate, cendol, buah, kain, tukang jarit dan sebagainya) dengan pembeli masyarakat etnis Bali dan begitu pula sebaliknya. Tidak hanya sebatas pedagang dan pembeli, interaksi juga terjadi pada sesama pedagang etnis Bali dan Etnis Sasak. Mereka saling memberikan rekomendasi dagangan teman atau kerabat mereka kepada pembeli yang ingin membeli kebutuhan sehari-hari. Kerjasama juga terjadi saat para pedagang etnis Bali dan etnis Sasak saling membantu menaikkan dan membawa barang-barang dagangan saat berurusan dengan pihak berwajib (tibun).

Mengenai Saya

kumpulan video suku bawean

Masyarakat Bawean juga terkenal dengan budaya merantau. Mereke merantau ke Bandar Malaka berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu kare...