A.
Asal-usul suku banjar
Di
Kalimantan selatan yang biasanya disebut sebagai orang banjar ialah penduduk
asli daerah sekitar kota Banjarmasin. Daerah ini meluas sampai kota
martapura,ibukota kabupaten banjar dan wilayah sekitarnya. Orang-orang di
daerah hulu sungai[1]
yang berpergian ke daerah tersebut menyebut kepergian mereka “labuh ke banjar”.
Dalam uraian mendatang akan ternyata sebutang orang banjar meliputi wilayah
yang lebih luas dari sekedar penduduk asli kebupaten suku banjar dan kota madya
Banjarmasin,sehingga meliputi seluruh daerah eks afdeeling bandjermasin sebelum
perang,mungkin dengan mengecualikan kelompok penduduk yang disebut sebagai
orang Bakumpai. Bahasa ynag dikembangkan oleh penduduk daearah ini
dinamakan bahasa banjar,yang memang berbeda dengan bahasa yang
dikembangkan oleh penduduk hulu sungai.
Pemerntah Hindia Belanda pada tahun 1947 membentuk suatu daerah
ketatanegaraan banjar dengan sebuah dewan perwakilan. Tindakan Belanda ini
mungkin memaksudkan sebagai usaha mencari dukungan terhadap gagasan mendirikan
Negara federasi menentang Negara kesatuan dari pemerintah RI.
Dapat diduga suku banjar,dibandingkan suku dayak umpamanya bukanlah
penduduk asli daerah ini. Dengan memperhatikan bahasa yang mereka
kembangkan,yaitu bahasa banjar yang dapat dianggap sebagai salah satu dialek
belaka dari bahasa melayu,yang umumnya dikembangkan oleh sukubangsa-sukubangsa
yang mendiami Sumatera dan Tanah Semenanjung Melayu (sekarang Malaysia Barat)
sampai saat ini,dapat diperkirakan cikal bakal nenek moyang suku banjar
berintikan suku bangsa melayu yang bermigrasi ke daerah sumatera atau
sekitarnya pada sikitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Mereka memasuki
daerah ini dari arah selatan,laut jawa,pada waktu daerah rawa-rawa yang
luas,yang membentuk propinsi daerah Kalimantan selatan dan propinsi daerah
Kalimantan tengah. Saat ini maasih merupakan sebuah teluk raksasa,dengan pantai
sebelah timurnya berada di kaki pegunungan meratus. Ciksl bakal nenek moyang
orang-orang banjar itu memudiki sungai-sungai yang bermuara di teluk raksasa
dan membangun pemukiman di tepi-tepi sungai tersebut,yang semuanya berhulu
dikaki pegununga meratus.
Pada waktu mereka mula pertama tiba dikawasan ini,mereka tentu
berjumpa dengan kelompok-kelompok penduduk yang lebih asli,yaitu yang saat ini
disebut secara umum sebagai orang dayak,yaitu suku dayak pegunungan meratus
(suku dayak bukit),suku dayak manyan,suku dayak ngaju(dalam masyarakat banjar
dinamakan biaju) dan suku dayak lawangan. Meskipun suku dayak bukit mungkin
sama asal-usulnya dengan cikal bakal nenek moyang orang banjar,yaitu dari sumatera
atau sekitarnya,dan kedatangan mereka ke kawasan ini mungkin lebih awal namun
mereka tetap merupakan kelompok yang terpisah dengan masyarakat banjar.
Ketika cikal bakal nenek moyang orang banjar itu membentuk
pusat-pusat kekuasaan yang kecil-kecil,kewibawaannya juga meliputi
kelompok-kelompok dayak di sekitarnya,yaitu suku dayak manyan di lembah
tabalung dan balangan (dan sebelah hilirnya),dan suku dayak bukit di lembah
sungai-sungai lainnya. Pada suatu saat pusat-pusat kekuasaan yang kecil-kecil itu
berhasil dipersatukan dalam suatu pusat kekuasaan yang lebih luas. Pusat
kekuasaan yang menyatukan seluruh wilayah banjar ini bergerak ke arah selatan
sejalan dengan terbentuknya delta-delta baru di lembah Negara. Dan seirama
dengan pergeseran ibukota ini dan pertemuan serta percampuran dengan
kelompok-kelompok dayak,yaitu dayak bukit,dan dayak manyan,dan belakangan
ketika ibukota berada di Banjarmasin
dengan dayak ngaju masyarakat banjar bekembang menjadi tiga kelompok
subsuku,yaitu banjar pahuluan,banjar batang banyu,banjar kuala. Tentang
ketiga kelompok subsuku ini sangat disadari oleh masyarakat banjar.
Sebenarnya kesultanan banjar,sebutan untuk pusat kekuasaan yang
meliputi seluruh wilayah,yang terakhir sebelum dihapuskan dan demikian pula
pusat kekuasaan yang mendahuluinya (antara Negarapida dan Negaradaha) pernah
meliputi wilayah yang jauh lebih luas dari pada sekedar wilayah yang secara
tradisional dapat dinamakan Tanah Banjar. Daerah hulu barito (sekarang
kabupaten Barito Utara dan kabupaten Barito Selatan dalam wilayah propinsi
Kalimantan Tengah) adalah merupakan basis para pendukung kesultanan yang
memberontak terhadap pemerintahan Hindia Belanda sampai permulaan abad ini.
Mencatat daerah pantai timur,selatan dan tenggara Kalimantan sebagai daerah
kekuasaan raja-raja banjar,pada masa awalnya ataupun pada zaman kesultanan
Islam.
B.
Perkawinan
https://gawianku.wordpress.com/2014/11/01/tahapan-perkawinan-adat-banjar-di-banjarmasin/
Perkawinan
Perkawinan dikalangan orang banjar hampir-hampir dianggap sebagai
perbuatan suci yang harus dijalani oleh semua orang. Seorang gadis yang sudah
meningkat dewasa dan menurut ukuran desanya seharusnya sudah kawin dan belum
ada yang meminangnya diusahakan agar segera menemukan jodohnya. Seorang pemuda
yang telah dewasa dibujuk-bujuk agar segera kawin,denga mengataka bahwa kaqin
adalah sunnah nabi dan agama seseorang belum sempurna apabila ia belum
juga kawin. Inisiatif untuk menagdakan hubungan perkawinan biasanya selalu
berasal dari pihak kerabat dekat si jejaka. Sebenarnya ada juga inisiatif
pertama kali muncul dari pihak gadis,meskipun sangat jarang terjadi,namun
selalulah dikesankan bahwa inisiatif (normal) berasal dari pihak jejaka
juga,yaitu pihak pria melakukan lamaran secara resmi sedangkan
kegiatan-kegiatan sebelumnya termasuk kegiatan pembicaraan tidak resmi,yang
dinamakan basasuluh.
Dikalangan masyarakat banjaryang dinamakan mengawinkan
(bakakawinan) ialah kegiatan pesta (aruh),pada waktu yang mana kedua
mempelai disandingkan dan kegiatan-kegiatan sesudahnya,sedangkan
kegiatan-kegiatan sebelumnya merupakan persiapan belaka bagi peristiwa yang
agung itu. Meskipun demikian akad nikah dalam Islam menjadikan perkawinan satu
peristiwa religius,karena peristiwa itu mensahkan hubungan suami istri secara
agama. Proses sejak dimulainya inisiatif dari pihak jejaka hingga pesta
perkawinan di rumah si gadis dan kegiatan-kegiatan sesudahnya ialah kegiatan
basasuluh,resmi melamar.
Ø
Basasuluh
Arti kata suluh
ialah obor yang terbuat dari daun kelapa kering yang diikat menjadi satu dan
digunkan sebagai penerangan ketika bepergian malam hari. Basasuluh berarti
menyuluhi kian kemari dalam gelap,seperti umpamanya ketika mencari benda yang
jatuh. Di dalam rangka kegiatan mengawinkan,istilah ini sering diartikan sebagi
bertanya-tanya,dan meliputi kegiatan sejak timbulnya inisiatif untuk mengadakan
hubungan perkawinan sebelum resmi meminang. Seringkali pihak keluarga si gadis
juga mengadakan kegiatan basuasuluh setelah mereka mendengar tentang
maksud akan dilamarnya gadisnya oleh seorang pemuda mereka berusaha memperolrh
keterangan tentang diri si pemuda (apakah sudah mempunyai mata pencaharian
tetap,apakah tingkah lakunya baik,dan sebagainya) dantentabg keluarganya
(apakah keluarga nya baik-baik,apakah ada tokoh kerabat yang harus
diperhitungkan dan sebagainya),sebelum mereka memberikan jawaban yang
menyetujui lamaran. Jika setelah mengetahui siapa calon pelamar anak gadisnya
dan ternyata tidak berkenan dihati keluarga si gadis,maka mereka berusah untuk
menolaknya dengan halus,yaitu dengan mangatakan bahwa anak gadisnya telah
bertunangan,masih kecil atau masih ingin melanjutkan sekolahnya,kadang-kadang
dengan mambayangkan jumlah jujuran (mas kawin) yang tinggi.[2]
Pada semua
kegiatan dalam proses perkawinan ini biasanya kedua orang tua si pemuda tidak
termasuk dalam rombongan (basasuluh,melamar,menyerahkan mas kawin atau tanda
hubungan,pergi menikah). Demikian juga hal nya dengan kedua orang tua si
gadis,hanya ketika akad nikah si ayah memegang peranan penting selaku wali
nikah,karena itu memang harus selalu di ikut sertakan. Umumnya mereka bersikap
pasif dan menyerahkan urusannya pada orang-orang yang telah ditunjuk untuk
menghadapi rombongan pihak lainnya.
Ø Resmi Melamar
Kegiatan
kerabat atau utusan kerabat si pemuda datang secara resmi menyatakan lamaran
kepada pihak keluarga si gadis,di martapura dinamakan badatang,dan masih
ada beberapa langkah lagi sebelum pernikahan atau pesta perkawinan
dilangsungkan. Di sekitar Birayang istilah ini mirip artinya dengan bapaparan
(bapara sama dengan badatang melamar),tapi yang terkhir ini lebih
bersifat upacara. Dalam rombingan utusan untuk melakukan kegiatan melamar
biasanya termasuk tokoh atau istri tokoh,tentu saja dikalangan bubuhan
,yang telah diperhitungkan guna mengimbangi tokoh atau istri tokoh puhak
lainnya[3]. Setelah pinangan
dinyatakan diterima secara resmi,pembicaraan beralih kepada besarnya mas
kawin,yang harus diserahkan oleh pihak jejaka kepada pihak gadis (jujuran),yang
adakalanya terjadi tawar menawar,sehingga perundingan kadang-kadang harus
dilakukan berkali-kali bila telah ada kata sepakat berkenaan dengan mas kawin
ini,pembicaraan dilanjutkan berkenaan dengan langkah-langkah selanjutnya.
Ketika
membicarakan tentang mas kawin,dibicarakan pula palangkahan,yaitu uang
atau harta yang diserahkan kepada seorang gadis karena mengawini adiknya (dari
kata langkah,melangkahi,lewati atau melewati) dan tidak adanya pangiring
palangkahan biasanya jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jujuran,namun
pernah terjadi kerabat seorang pemuda mengundurkan diri karena keberatan
membayar palangkahan ini.
Keberatan pihak
pria ini tampaknya ada hubungannya pula dengan pangiring,yang pada
daerah-daerah tertentu dinamakan patalian,sebab diserahkannya resmilah
hubungan pertunangan antara kedua remaja:masing-masing menjadi larangan bagi
yang lainnya (larangan,tunangan,balarangan,bertunangan). Pangiring
atau patalian yeng sederhana terdiri dari pakaian selengkapnya (dari
kaki sampai kepala,termasuk alat-alat kosmetik) bagi si gadis,sedangkan yang
mewah sering meliputi pula perlatan rumah tangga yang cukup untuk mengisi
sebuah kamar tidur (saisi kamar,sepenuh isi kamar tidur). Jika seorang
gadis akan kawin lebih dahulu dari kakaknya atau dari kakak-kakaknya,maka calon
suaminya harus memberikan pangiring juga pada gadis-gadis itu ,hanya
jumlahnya yang jauh lebih sedikit. Pangiring biasanya hanya dinyatakan ada saja
dan mengenai banyaknya tidak menjadi obyek perundingan,namun pihak kerabat si
jejaka harus memperhitungkan juga apa yang akan diberikannya agar mereka tidak
mendapat malu ketika barang-barang itu di pamerkan dihadapan banyak orang.
Tetapi adakalanya juga pangiringtermasuk yang diminta oleh pihak
keluarga si gadis (saisi kamar,umpamanya seperti ketika penah terjadi di
kampung melayu tahun 1997),dan dengan demikian,menurut pendapat umum
,barang-barang yang diminta itu termasuk jujuran dan bukan semata-mata pangiring[4].
Ø
Akad Nikah
Waktu kapan dilakukan akad nikah tidaklah ada ketentuan yang pasti
,lebih bayak tergantung pada kesepakatan antara pejabat yang mengawasi acara
dan keluarga yang akan melakukannya. Apakah ada waktu yang baik atau tidak baik
bagi sesuatu upacara akad nikah,ataukah ada sistem peramalan yang menentukan waktu
yang baik untuk melaksanakannya,tidaklah jelas bagi penulis[5]. Tentang upacara akad
nikah yang dilaksanakan lama sebelum hari bersanding,namun sebenarnya tidak ada
ketentuan yang pasti. Ada akad nikah yang dilasanakan beberapa hari bahkan
beberapa minggu sebelum bersanding,tetapi ada pula yang melaksanakannya malam
hari dan esoknya bersanding atau pagi hari dan siangnya bersanding. Secara
samar-samar terdapat semacam keengganan untuk melakukan akad nikah pada saat
menjelang bulan puasa dan upacara bersanding setelah hari raya idul fitri.
C.
Kematian
Kewajiban masyarakat muslim terhadap mayat ialah
memandikannya,membungkus dengan kain kafan,menyembahyangkannya,dan
menguburkannya. Dalam hal ini akan diuraikan berbagai kegiatan yang tidak
termasuk mempersiapkan mayat sebelum dikuburkan sebagaimana yang diajarkan
dalam islam,tetapi berkembang di masyarakat. Pasal ini akan membicarakan ritual
yang antara lain bermaksud membantu si mati menghadapi kehidupannya yang
baru,dan selanjutnya berkenaan dengan kegiatan ritual yang bersifat
memperingati kematian seseorang.
Dalam doa-doa yang dibaca ketika menyembahyangkan mayat dimohonkan
ampunan akan dosa-dosa almarhum dan dimohonkan agar suasana tidak menjadi lebih
buruk sepeninggalannya itu[6]. Dengan demikian kegiatan
menyembahyangkan mayat ialah dapat dikategorikan sebagai membantu mayat pula
Ø Babilah
Kegiatan ini
semacam upacara tipu muslihat yang bertujuan mengganti atau menebus segala
kegiatan ibadah wajib yang belum dilakukan atau ada kekurangan ketika dilakukan
almarhum dengan sejumlah harta atau simbolik. Ibadah wajib yang tidak atau belum dilakukan oleh almarhum mungkin
menjadi sewaktu almarhum masih muda dan belum teratur melakukannya karena
lupa,dan biasanya hanya bersangkutan dengan sembahyang (salat) dan puasa,dan
tidak berkaitan dengan zakat dan haji[7]. Konon kesempurnaan
melakukan sembahyang atau puasa sulit dicapai ,meskipun sering kali kekurangan
tersebut tidak menyababkan ibadah yang dikerjakan menjadi tidak sah,namun
setidaknya-tidaknya mengurangi pahalanya,dan ini merupakan alasan lain mengapa
harus dilakukan upacara ini.
D.
Ritual Berulang
a.
Hari-hari Besar Islam
-
Kelahiran Nabi
-
Perayaan Mi’raj
-
Hari raya puasa dan hari raya haji
-
Peringatan turunnya al-quran
b.
Kegiatan Menurut Kalender Lainnya
-
Asura
-
Arba Mustamir (pada bulan safar dikatakan sebagai bulan yang
panas,banyak terjadi malapetaka dll. Maka perlu adanya “mendinginkan” yaitu dengan selamatan bulan safar)
-
Pertengahan sya’ban
-
Malam lailatul qadr
-
Memulai tahun kamariah
E.
Kegiatan Ritual Lainnya
·
Selamatan dalam rangka perdamaian
·
Berangkat haji dan berangkat merantau
·
Kegiatan ziarah
·
Mengusir wabah
F.
Sistem Kepercayaan
Kepercayaan religi yang dianut dikalangan masyarakat banjar dapat
dibedakan menurut asal-usulnya,yaitu kepercayaan islam dan kepercayaan asal kebudayaan
lokal. Detail-detail kepercayaan Islam diperoleh ketika seorang anak
mengaji,secara tidak langsung diajarkan oleh kerabatnya,dan diperoleh di
sekolah. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa seorang remaja sudah
mengetahui pokk-pokok kepercayaan Islam tetapi kadang-kadang seorang yang lebih
berumur melanjutkannya dengan mengikuti kursus kepercayaan lanjutan yang lebih
bersifat pelajaran filsafat yang sulit dicerna[8]. Sistem kepercyaan banjar
diantaranya adalah:
§ Berkenan dengan
Allah dan takdirnya
§ Berkenan dengan
hidup setelah mati
§ Berkenan dengan
malaikat dan jin
§ Berkenan dengan
nabi dan rasul
§ Berkenan dengan
wali
§ Berkenan dengan
alam
§ Berkenan dengan
manusia
§ Berkenan dengan
makhluk halus
Kesimpulan
Suku banjar
ialah suku menggunakan bahasa melayu. Suku ini,suku yang ada di Kalimantan
selatan dan mayoritas beragama islam. Pada upacara perkawinan terdapat nayak
prosesi seperi jujuran dan
lainnya. Pada upacara kematian,sebenarnya sama dengan agama islam hanya ada
tambahan dari budaya lokal. Pada suku banjar terdapat ritual berulang dan
ritual lainnya. Sistem kepercayaan yang mereka anut ialah kepercayaan islam dan
terdapat budaya lokal di dalamnya.
Daftar Pustaka
Daud,Alfani.1997.Islam
dan Masayarakat Banjar .Jakarta:PT Raja Garfindo Persada.
Antemas,anggraini
(1976),Muhammad Arsyad Al Basyri”,dalam
Orang-orang Terkemuka dalam Sejarah Kalimantan.(Banjarmasin:Penerbit
Karya).
Fakultas
Ushuluddin (1977),Kepercayaan dan Adat Istiadat Kaharingan.(Amuntai:Fakultas
Ushuluddin IAIN Antasari,1977). Naskah stensil.
[1] Sementara untuk sebutan daerah eks afdeeling Hoeloe Soengei sebelum
perang. Hal inipelu dikemukakan sehubungan dengan paham (daerah) pehuluan,kata
lain untuk hulu sungai yang berarti daerah sebelah hulu sungai-sungai.
[2][2] Aspek melamar dalam basasuluh ini juga ada. Di martapura sebelum
meminta bantuan seseorang untuk basasuluh satu keluarga calon mempelai sering
mengunjugi seorang juru ramal. Yang ingin diketahui ialah apakah antara kedua
remaja itu berjodoh dan apakah bakal suami istri itu jodohnya berkepanjangan
(bahasa daerahnya:tuntung pandang). Pihak sigadis juga adakalanya
melakukan peramalan dengan tujuan yang sama,yaitu setelah mengetahui dengan
pasti siapa pemuda yang akan melamar. Hasil ramalan sering menentukan apakah
peminangan akan dilanjutkan dan apakah lamaran akan diterima atau tidak.
[3] Pada peristiwa melamar dan kegiatan-kegiatan sesudahnya adalah
penting apakah kegiatan tersebut dilakukan oleh kaum wanita (cara bibinian)
atau dilakukan oleh kaum pria (cara lalakian),yang terdahulu sering
meriah. Mungkin terdahulu yang teradat dalam kegiatan mengawinkan ialah cara
bibinian.
[4] Alfani daud.Islam dan Masyarakat Banjar.Jakarta:PT Grafindo
Persada.1997.hlm.76.
[5] Sebenarnya ada ungkapan tentang ini berhubungan dengan konsep pituru(pembagian
waktu berkaitan erat dengan konsep hari baik dan hari nahas atau waktu baik dan
waktu nahas,disamping erat dengan waktu yang tepat untuk melakukan
sesuatu),namun tidak pernah muncul di kedua lokasi penelitian.
[6] Doa yang dibaca sebelum salam ialah:”ya Allah Tuhan kami,janganlah engkau rugikan
kami akan pengajarannya dan janganlah engkau timbulkan fitnah
sepeninggalannya,dan ampunilah kami dan dia”.
[7] Hutang zakat,jika memang ada,konon harus dibayar sesuai dengan
jumlahnya dan tidak semata-mata simbolik. Kewajiban haji yang terhutang
dilaksanakan dengan melakukan haji badal,yaitu pelaksanaan ibadahnya
dilaksankan oleh orang lain untuknya. Di lapangan berkembang anggapan bahwa
hutang haji terjadi bila diniatkan atau dinazarkan oleh almarhum,sudah
mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan tersebut,tetapi meninggal
sebelum melaksanakannya.
[8] Alfani daud.Islam dan Masyarakat Banjar.Jakarta:PT Grafindo
Persada.1997.hlm.550
Tidak ada komentar:
Posting Komentar